News  

KNPI Nilai Pemda Morotai Lemah Awasi Proyek Labkesmas Senilai 15 Miliar

Jhulkifli Samania, Ketua KNPI Pulau Morotai. Foto: Istimewa

Proyek pembangunan Laboratorium Kesehatan Masyarakat atau Labkesmas di Pulau Morotai, Maluku Utara senilai Rp.15 miliar terus menuai sorotan.

Ketua DPD II KNPI Morotai, Jhulkifli Samania menilai lambatnya progres proyek tersebut menjadi bukti lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah dan lemahnya perencanaan teknis sejak awal.

Menurutnya, proyek yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) itu kini telah diadendum, dengan sisa waktu pelaksanaan hanya sekitar dua bulan.

Dengan kondisi ini, kata Jhulkifli, menandakan bahwa perhitungan awal dalam proses perencanaan dan analisa teknis tidak dilakukan secara matang.

“Kalau sudah adendum berarti secara logika pekerjaan tidak selesai tepat waktu. Meskipun nanti diperpanjang lagi 50 hari, tetap saja lambat. Jangan berdalih soal cuaca, karena alasan seperti itu tidak mendasar sama sekali,” kata dia, Sabtu, 1 November 2025.

Ia bilang, persoalan seperti ini sering kali muncul karena perencanaan proyek tidak berbasis pada analisa teknis yang realistis. Akibatnya, ketika pekerjaan berjalan, muncul berbagai kendala mulai dari keterlambatan material hingga ketidaksesuaian antara dokumen perencanaan dan kondisi lapangan.

“Saya kira bukan hanya soal cuaca atau material. Tapi ini persoalannya dari awal perhitungan volume, manajemen waktu, hingga kesiapan kontraktor yang tidak diuji dengan baik. Jadi kalau ditengah jalan pekerjaannya macet, itu berarti ada yang salah pada perencanaan dan pengawasan,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti lemahnya fungsi kontrol dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta pengawas teknis menjadi salah satu faktor utama keterlambatan. Padahal, menurutnya, mereka memiliki tanggung jawab penuh dalam memastikan pekerjaan sesuai jadwal dan spesifikasi kontrak.

“Karena setiap pekerjaan punya tahapan progres dan laporan mingguan. Kalau PPK dan pengawas aktif dilapangan, maka keterlamabatan bisa diawasi sejak awal. Tapi kalau pengawasannya hanya sebatas kertas, sudah pasti molor hasilnnya,” katanya.

Baca Juga:  Pemkot Ternate Masih Kaji Besaran Dana Hibah Pilkada 2024

Lebih lanjut, ia bilang, keterlambatan proyek yang dibiayai dengan dana pusat seperti DAK bisa berdampak serius terhadap fiskal daerah.

“Karena kalau pelaksanaan DAK itu bermasalah, maka bisa berpengaruh ke penilaian daerah dan pengalokasian DAK tahun berikut. Apalagi ruang fiskal kita tidak sehat. Ini bukan cuma soal bangunan, tapi menyangkut kredibilitas pengelolaan anggaran daerah,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa seluruh proyek yang bersumber dari APBN maupun APBD harus diawasi secara ketat dan transparan, karena kegagalan dalam perencanaan atau pelaksanaan, menurutnya, sama halnya dengan pemborosan uang rakyat.

“Semua proyek itu uang rakyat, kalau tidak dianalisa dengan baik dan pekerjaan tidak selesai tepat waktu, tentu yang rugi masyarakat. Bangunan boleh berdiri, tapi kalau fungsi dan manfaatnya gagal, itu sama saja buang-buang anggaran,” tandasnya.

KNPI Morotai juga meminta aparat penegak hukum untuk menelusuri kemungkinan adanya kelalaian administratif atau penyalahgunaan anggaran dalam proyek tersebut.

“Dan kalau dalam perjalanan adanya pelanggaran administratif atau indikasi penyalahgunaan dana, maka aparat harus turun tangan. Jangan tunggu selesai dulu baru bertindak. Karena ini uang negara bukan uang pribadi,” tutupnya.

Penulis: Aswan KharieEditor: Rian Hidayat Husni