LITERASI RAMADHAN DI KOTA REMPAH

Talkshow Makin Cakap Digital pada FRP ke-6 di Sonyie Lamo Kesultanan Ternate. Foto: Fuad At

(Dari Kampanye Makin Cakap Digital, Terbaca Hingga Festival Ela-Ela 2023)

Oleh: Rinto Taib

(Kepala Meseum Rempah Kota Ternate)

Salah satu keutamaan dari bulan ramadhan adalah sebagai bulan pendidikan bagi ummat manusia terlebih bagi kaum muslim di berbagai penjuru dunia, tak terkecuali di Ternate kota Rempah. Berbagai pandangan seputar kemuliaan bulan suci ramadhan telah benyak diulas para penulis hingga pedakwah namun salah satu hal yang menjadi poin penting dari keutamaan ramadhan sebagai bulan pendidikan adalah mendidik kita untuk lebih mengedepankan akal dan ruh daripada jasad dan materi. Sebuah bulan pendidikan yang mengasah pribadi setiap manusia untuk mampuh menghadapi segala cobaan dan realitas kehidupan di 11 bulan kemudian tentunya (pasca ramadhan).

Kemuliaan ramadhan tersebut sangatlah bergantung kepada pikiran dan perilaku setiap manusia untuk menempatkan makna dan nilai kemuliaannya di setiap aktivitas kehidupannya seperti meningkatkan iman dan taqwa kepada sang Pencipta sembari memperbanyak amalan hidup. Sesungguhnya setiap niat baik dan amalan baik tentu akan memdapat gamjaran kebaikan dari sang Pencipta, Allah SWT. Pada konteks ini pula maka, ramadhan bukanlah sekedar sekedar sebuah momentum untuk menunaikan kewajiban syari’at berpuasa semata sebagai salah satu rukun Islam, melainkan juga sebagai laboratorium sosial untuk melatih dan sekaligus menguji setiap pribadi untuk taat kepada sang Pencipta sembari meneguhkan ikatan antara sesama mahluk ciptaan Tuhan.

Suasana malam Ela-ela di Kedaton Sultan Ternate jelang prosesi Kolano Uci Sabea. Foto: Fuat at

Mewujudkannya, berbagai aktivitas diarahkan pada upaya meraih nikmat yang hakiki, memperkuat silaturrahim, meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya serta kompetensi diri melalui berbagai sarana atau media yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan tekniologi. Terlebih yang berkaitan dengan isu dan agenda-agenda kebudayaan, kesejarahan dan semangat lokalitas sebagaimana yang terselenggara lewat festival ramadhan ma Parada ke-III yang telah berlangsung di Sonyie Lamo Kesultanan Ternate pada tanggal 9 hingga 14 lalu dengan berbagai rangkaian acara, antara lain: khatam qur’an, hafiz qur’an, lomba tilawah, dan kampanye / talkshow makin cakap digital bersama regional project literasi digital provinsi Maluku Utara (chip in).

Baca Juga:  Polisi Oh Polisi...

Kita menyadari bahwa penggunaan teknologi digital adalah sebuah keniscayaan yang tak mungkin dihindari sebagai konsekuensi logis dari perkembangan jaman. Seiring itu pula, kita seolah diberikan kesempatan untuk berkarya dan berprestasi di media digital dwngan memanfaatkan berbagai platform digital yang tersedia dan berkembang pesat saat ini bagi para konsumennya. Berbagai fakta dan data menunjukan bahwa pengguna internet semakin meningkat dari tahun ke tahunnya dan public pun telah berani berkiprah dan berkarya di media sosial dalam berbagai bidang dengan memanfaatkan berbagai layanan platform digital yang tersedia.

Meskipun dampak positif dari transformasi digital yang menguat saat ini bagi masyarakat luas dipandang sebuah hal yang bermanfaat namun disisi yang lain juga dibarengi dampak negative dari semua kemajuan itu jika kita menjadi tidak mengacu atau abai kepada empat pilar penting dari literasi digital itu sendiri, yaitu: cakap digital, etika digital, budaya digital dan keamanan digital. Pada kenyataannya, masih banyak dari masyarakat kita yang belum menyadari pentingnya empat pilar literasi digital ditengah transformasi digital yang sedang berlangsung saat ini sehingga kita bisa bebas dari hoax, perundungan, dan lain-lain. Karena itulah kampanye makin cakap digital dilaksanakan,

Tak kalah menariknya, Ternate Membaca yang ke-6 dilaksanakan di benteng Oranje pada tanggal 9-12 April lalu. Sebuah gerakan literasi yang sangat diminati oleh berbagai kalangan dari usia tua hingga muda, dengan melibatkan partisipasi dan minat lintas profesi dari pelajar dan mahasiswa, jurnalis, birokrat, akademisi hingga politisi. Berbagai gelaran acara dipersembahkan dengan mengusung tema Iqra, Generasi Berkecerdasan dan Berkeadaban. Sebuah gerakan literasi yang berbasis pada keterlibatan komunitas literasi di kota Ternate dengan spirit dan komitmen bersama untuk memajukan dunia literasi itu sendiri, Ternate Membaca 2023 (Terbaca) seolah merupakan sebuah pesta atau lebarannya komunitas literasi di kota rempah yang diinisiasi sejak tahun 2016 lalu meski sempat terhenti ketika pandemic covid-19.

Baca Juga:  Mengapa Angka 4 Dihindari dan Dianggap Angka Sial?

Sebuah upaya kolaboratif yang selalu dinanti bagi mereka para penggiat literasi, para seniman dan budayawan terlebih yang intens dalam obrolan pementasan panggung seputar karya seni dan kesusastraan. Membaca puisis (musikalisasi) dan diskusi sastra juga merupakan yang diminati oleh kalangan pelajar dan mahasiswa, tak berlebihan.

Gelaran semacam ini ikut mendorong para penulis di kota ini melahirkan karya-karya intelektual dengan ragam perspektif dan terus menggeliat tentunya.

Disisi yang lain, festival ela-ela yang digelar pada setiap malam ke-27 bulan ramadhan atau malam lailatulqadar menempatkan narasi islami yang berkarakter lokal sarat akan makna yang dikandung dalam ungkapan dola bololo (tradisi lisan) Ternate telah mempresentasikan khasanah kekayaan budaya lokal yang berbasis pada pandangan doktrinal islam (syariat) serta nilai-nilai tradisi yang telah menyatu padu dalam kehidupan keseharian sepanjang ratusan bahkan ribuan tahun silam. Nilai-nilai tradisi yang juga terdokumentasi dengan baik sebagai sumber tulisan meskipun beberapa diantaranya adalah berupa manuskrip (tamsil) atau naskah keagamaan lainnya yang dijadikan sebagai bagian penting dalam perayaan malam penuh kemuliaan atau sebaik-baiknya malam daripada seribu bulan tersebut.

Berbagai kutipan penuh makna yang terbaca dan terekam lewat sinopsis para peserta lomba gestival Ela-ela yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Ternate, Nampak jelas budaya literasi begitu menguat dan terpelihara seolah menemukan ruang hidupnya secara tematik sebagaimana peserta lomba yang juga sebagai pemenang Juara-1 lomba festival Ela-ela tersebut. Melalui synopsis singkatnya mempresentasikan sejarah dan eskistensi Sigi Cim ditengah peradaban rempah negeri Moloku Kie Raha dalam narasi literasi sastra rempah (dola bololo, dalil tifa, dalil moro dan tamsil).

Beberapa kutipan penuh makna dari sepenggal sinopsis yang dibacakan ketika gelaran event festival Ela-ela tersebut: “Ternate Alma’rifat wa Ismuhu Gafilun…sebuah negeri yang keberadaannya menghimpun nilai hakekat dibalik urgensi syariat dan hukum…Negeri dengan rumusan pengetahuan Qalam Ilahi, makna Mutasabihat (toma ua hang moju, toma anta beranta, koga idadi susira), suatu perbendaharaan tersembunyi diluar ruang dan waktu yang masih dirahasiakan.’’

Baca Juga:  Kebosanan dan Perangkap Mentalitas Tahanan

Di penghujung ramadhan ini perkenankan penulis mengucapkan selamat merayakan hari raya Idul Fitri 1444 H/2023, mohon maaf lahir dan bathin.