Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Halmahera Tengah, Maluku Utara, didesak mengusut tuntas kasus dugaan penyalahgunaan lahan yang dilaporkan oleh warga Desa Woejarana di Kecamatan Weda Tengah.
Sebelumnya, laporan pengaduan tersebut disampaikan sejumlah warga Desa Woejarana melalui Fahruji Hi Jamal, yang merupakan Penasihat Hukum warga. Menurut Fahruji, pengaduan ini bahkan telah disodorkan ke Kejaksaan Agung RI.
“Kami telah melaporkan pengaduan ini ke Kejagung dan sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku Utara hingga ke Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah. Namun, hampir satahun lebih ditangani oleh tim penyidik Kejari Halteng, kasus ini belum tuntas,” kata Fahjuri kepada cermat, Jumat, 25 Juli 2025.
Ia menyebut, laporan ke Kajagung itu dengan nomor 002/LP/LBS-FHJ-LAW/OFFICE-B/2024 Tentang Penipuan dan Penggelapan terkait pasal 372 dan 378 KUHP oleh seorang Kepala Desa di Desa Woejarana yang menjual lahan restan dan lahan masyarakat desa di area lingkar tambang.
Pria yang akrab disapa Bung Oji itu menegaskan bahwa Kepala Kejasaan Negeri Halmahera Tengah harus segera merespons laporan ini secara serius, atau mengambil sikap tegas agar terlapor secepatnya ditahan.
“Kami meminta agar kasus ini jangan didiamkan. Harus dibuatkan penangguhan terhadap terlapor supaya kejahatan ini secepatnya terungkap secara hukum,” tuturnya.
Ia bilang, perintah penyelidikan ini juga termaktub dalam surat perintah penyelidikan Kepala Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah dengan monor Print-02-/Q.2 .15/Fd.1/10/2024 Tangal 16 Oktober 2024 terkait penyalagunan lahan restant alias lahan (R).
Bung Oji yang merupakan Founder Padamara Hukum Indonesia, mengatakan bahwa berdasarkan laporan warga serta hasil pantauan pihaknya, ada dua lahan restant (R) di pekarangan desa yang diperjualbelikan oleh oknum kades itu ke pengusaha kos-kosan, namun tanpa sepengetahuan masyarakat dan pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah.
“Padahal seharusnya lahan restan alias (R) dipergunakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Tengah dengan pemanfaatan infrastruktur, fasilitas umum, atau pengembangan ekonomi di kawasan transmigrasi,” ucapnya.
Sehingga, kata dia, hal ini tidak bisa dibiarkan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) serta pemerintah daerah maupun inspektorat agar secepatnya mengevaluasi tata kelolah wilayah yang terancam oleh mafia tanah.
“Kekuatan apa yang dipakai oleh seorang kades, sehinga sampai saat ini belum dtahan oleh Kejari Halteng. Apa di balik eksisnya kades, apakah ada kekuatan di belakang layar?,” pungkasnya.