Caleg yang memiliki gagasan membangun Kota Ternate secara efektif dan berkelanjutan merupakan aset berharga bagi masyarakat. Mereka bukan hanya menjadi pengambil keputusan di tingkat legislatif, tetapi juga menjadi perpanjangan tangan aspirasi rakyat untuk mewujudkan perubahan positif.
Gagasan yang solid tentang pembangunan kota mencakup berbagai aspek, mulai dari infrastruktur hingga peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Hal di atas menjadi dasar pijak Literasi Demokrasi (LIDA) Maluku Utara membuat diskusi publik bertajuk Praktisi Bertanya, yang berpusat di Hotel Jati Ternate, Minggu 03 Desember 2023.
Kegiatan tersebut untuk menguji kualitas Yahya Alhadad, Caleg DPRD Dapil Ternate-Moti, juga menghadirkan narasumber dari praktisi kebijakan publik Julfi Jamil, praktisi sosial-budaya Syaiful Madjid, praktisi media Faris Bobero, Julkifkly Idris trainer dan praktisi urban farming, dan praktisi hukum Hendra Kasim.
Literasi Demokrasi (LIDA) Maluku Utara menggelar diskusi publik bertajuk “Praktisi Bertanya”. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Jati Ternate, pada Minggu (3/12/23).
Diskusi publik menghadirkan lima praktisi sebagai narasumber diantaranya praktisi kebijakan publik Julfi Jamil, praktisi social-budaya Syaiful Madjid, praktisi media Faris Bobero, Julkifkly Idris trainer dan praktisi urban farming, praktisi hukum Hendra Kasim dan calon anggota DPRD Dapil Ternate-Moti Yahya Alhadad.

Julfi Jamil, praktisi kebijakan publik, dalam kegiatan yang diawasi Bawaslu Kota Ternate itu mengatakan, selama ini Pemkot tidak punya tata cara baru atau filosofi baru terkait proses pembuatan kebijakan. Suatu kebijakan dikatakan berkualitas jika pelakunya memiliki kemampuan mumpuni.
“Seorang pejabat publik punya kemampuan dan tidaknya dapat kita lihat pada proses berjalannya demokrasi yakni, apakah pola permainannya gunakan politik gagasan atau justru politik uang,” ujar Julkifli Jamil.
Baginya, politik gagasan itu sangat penting, sebab politik gagasan itu politik yang melibatkan pemikiran atau kemampuan caleg dan Yahya Alhadad memeliki itu. “Karena menurut saya, dari sekian caleg hanya dia yang membawa politik gagasan,” katanya.
Ia menjelaskan, DPRD dan pemerintah adalah mitra kerja sama. Namun, selama ini kedua institusi ini terkesan tidak ada kerja sama baik dalam mengawal roda pembangunan. Akibatnya pembangunan tampak kacau-balau misalnya, Jembatan Dodoku Ali nyaris hilang. Padahal tempat ini merupakan kawasan cagar budaya yang harus dilestarikan.
“Begitu juga soal penataan pasar. Selama ini Pemkot lebih fokus di pasar Gamalama sehingga pasar tidak ada pemerataan soal penataan pasar misalnya pasar Dufa-Dufa dan Sasa kesannya luput dari perhatian Pemkot,” sambung Julfi Jamil.
Sementara Syaiful Madjid praktisi menjelaskakan, semua calon DPRD dibayangi lima modal yaitu modal intelektual, modal sosial, modal budaya, modal ekonomi dan politik.

Setiap caleg tidak cukup punya kapasitas intelektual, tetapi poin pentingnya adalah mengaplikasikan pengetahuannya. Sebab ini menjadi dasar membangun kepercayaan publik terhadap pejabat. Dengan begitu modal sosial pada lapisan masyarakat menjadi kuat.
Syaiful bilang, bila kita amati dinamika politik kita dari dulu hingga sekarang praktek politik pragmatis masih cukup kuat. Hal ini disebabkan modal budaya atau ikatan kekerabatan tidak digunakan untuk hal-hal positif.
Modal budaya justru dimanfaatkan untuk mobilisasi kepentingan politik dan efeknya adalah tersumbatnya kebijakan pembangunan karena di sana lebih utamakan kepentingan golongan.
“Kita berharap Yahya Alhadad sebagai calon anggota DPRD bila terpilih nanti dapat mengubah tradisi di parlemen melalui politik gagasan intelektualnya,” harap Syaiful.
Praktisi sosial-budaya Malut itu mengatakan, dalam politik semua caleg selalu butuh ekonomi finansial, tetapi, perlu diingat jangan sampai terjadi praktek politik uang.
“Saya melihat Yahya Alhadad sudah punya empat modal yang saya sebutkan di atas. Akan tetapi, ada sedikit kelemahan yaitu belum punya modal politik yang kuat. Modal politik itu memperkuat jaringan dengan tokoh-tokoh politik,” tambah Syaiful Madjid.
Zulkifly A. Idris, Trainer dan praktisi urban farming pada pembukaan diskusinya, dengan kelakar mengatakan, peristiwa atau diskusi hari ini sebenarnya adalah reses anggota DPRD Kota Ternate.

Dia melanjutkan dengan penjelasan yang mendampingi program kerja Pemkot tentang perkampungan kumuh, sedang, tidak kumuh hingga penyediaan lahan pembuatan Tempat Pengeloaan Sampah Reduce, Reuse, Recyle (TPS3R).
“Sampai pada kesimpulan bahwa, semua program pemerintah sekalipun didampingi dengan serius tetapi akhirnya terbengkelai karena tata kelolanya tidak serius” ungkapnya.
Terlepas dari itu, Zulkifly mengatakan, DPRD harusnya betul-betul paham tugas dan fungsinya. Saya mengatakan ini bukan tanpa alasan, karena sebagian besar anggota bahkan ketua DPRD pun kemampuan intelektualnya tak mumpuni.
“Inilah masalah besar wakil rakyat kita dan saya kira ini menjadi tantangan besar untuk Yahya Alhadad yang mengutamakan politik gagasan. Apakah Yahaya Alhadad yang dihabisi atau sebaliknya”.
Dia bilang, begitupun masalah besar kota Ternate adalah soal sampah, dan sampah terkait erat dengan masyarakat kota yang utamakan gaya hidup konsumtif. Sementara pengelolaan sampah masih jauh dari kata efektif.
Misalnya soal sampah organik dan nonorganik belum dilakukan pemilahan. Padahal sampah organik sisa-sisa makan, sayuran dan lainnya bisa dikelola menjadi pupuk kompos, sambung Zulkifly A. Idris.
Sementara, Faris Bobero mengatakan, dalam setiap Pemilihan Umum, peran media menjadi sangat penting sebagai pilar utama penyampaian informasi kepada masyarakat. Tidak hanya sebagai penyampai berita, media juga berperan dalam membentuk opini dan pandangan publik terhadap para calon pemimpin. Pandangan media dalam Pemilihan Umum memiliki dampak signifikan terhadap arah dan dinamika pesta demokrasi.
Faris bilang, media, baik cetak maupun daring, memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik. Dalam konteks Pemilihan Umum, media seringkali menjadi ajang saling pengaruh antara para calon dan redaksi. Pemberitaan yang bersifat objektif, informatif, dan kritis dapat menjadi alat yang membangun pemahaman masyarakat terhadap visi, misi, dan rencana aksi calon pemimpin.

“Namun, tidak dapat diabaikan bahwa terdapat potensi bias dalam pemberitaan media, terutama jika terkait dengan pemilihan calon tertentu. Pemilihan naratif, penyajian informasi yang tidak seimbang, atau bahkan manipulasi gambar dan suara dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap seorang calon,” ungkap Faris.
Selain itu, pencitraan calon menjadi salah satu fokus utama media selama Pemilihan Umum. Bagaimana seorang calon dipresentasikan dalam berita dan analisis dapat memengaruhi bagaimana masyarakat melihat dan menilai integritas serta kapabilitasnya.
“Oleh karena itu, tanggung jawab media untuk menyajikan informasi yang akurat dan seimbang sangat penting agar pemilih dapat membuat keputusan yang cermat,” ujar Faris.
Ketua Koordinator LIDA Risaldi Ali mengatakan, kepada cermat mengatakan, pentingnya memilih caleg yang memahami kebutuhan masyarakat setempat dan memiliki program-program konkret untuk memajukan Kota Ternate menjadi sebuah lingkungan yang inklusif dan berdaya saing tidak dapat diabaikan.
“Caleg yang progresif tidak hanya berbicara tentang perubahan, tetapi juga siap mengimplementasikannya melalui langkah-langkah nyata. Pemilih perlu memastikan bahwa caleg yang mereka dukung memiliki rencana aksi yang jelas untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperkuat fondasi pembangunan kota. Yahya Alhadad, adalah salah satu Caleg yang menurut kami perlu diuji secara publik, baik rekam jejaknya, maupun jika nanti menjadi legislatif,” ujar Risaldi.