Pemerintah Kota Ternate bersama perwakilan warga Ubo-Ubo dan Polda Maluku Utara menggelar pertemuan membahas penyelesaian persoalan lahan milik Polri yang telah ditempati selama puluhan tahun.
Pertemuan ini digelar menyusul somasi atau peringatan hukum dari Polda Maluku Utara kepada warga yang menempati lahan tersebut, dengan tenggat waktu 60 hari untuk segera mengosongkan lahan.
Lahan seluas kurang lebih 4,5 hektare itu dihuni oleh 167 kepala keluarga dan telah dibangun rumah permanen di atasnya.
Polda Maluku Utara memberikan dua pilihan kepada warga yang masih menempati lahan milik Polri tersebut.
Sekretaris Daerah Kota Ternate, Rizal Marsaoly, menjelaskan bahwa mediasi bersama perwakilan warga Ubo-Ubo dan Polda Maluku Utara banyak membahas sejarah dan kedudukan lahan tersebut.
“Pemerintah Kota hadir di sini sebagai mediator. Kami juga berupaya memfasilitasi penyelesaian persoalan ini,” ujar Rizal kepada awak media di Mapolda, Senin, 2 Juni 2025.
Rizal menambahkan, dalam pertemuan tersebut ada sejumlah hal yang perlu diselesaikan karena aset negara atau pemerintah memiliki tata cara terkait pengalihan status dan penguasaan lahan.
“Saya hadir atas perintah Wali Kota untuk menyelesaikan masalah ini. Kami meminta waktu kepada Kapolda sembari menunggu kepulangan Wali Kota dari tanah suci sekitar tanggal 15 Juni,” jelasnya.
Atas nama Pemerintah Kota Ternate, Rizal mengapresiasi Polda Maluku Utara yang masih membuka ruang komunikasi dan merespon surat Pemkot sejak Jumat lalu, yang meminta pertemuan bersama perwakilan warga.
“Ini menunjukkan bahwa Kapolda juga berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan ini,” katanya.
Rizal menjelaskan dua opsi yang disampaikan Polda Maluku Utara terkait lahan Ubo-Ubo. Pertama, warga yang merasa memiliki hak atas lahan tersebut dapat menggugat secara perdata ke pengadilan. Kedua, opsi tukar guling, di mana ada tim appraisal yang akan menilai nilai aset tersebut.
Kedua opsi ini akan disampaikan kepada Wali Kota M. Tauhid Soleman. Rizal juga mengimbau warga Ubo-Ubo untuk tetap tenang.
“Somasi ini adalah langkah awal untuk komunikasi, bukan peringatan tegas. Pemerintah tetap bersama warga,” pungkasnya.
Sementara itu, Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Waris Agono, saat diwawancara secara terpisah menjelaskan dua opsi yang diajukan.
“Pertama, warga yang menempati lahan Polri dan merasa punya hak, bisa menggugat secara perdata ke pengadilan untuk menentukan siapa yang berhak,” ujarnya.
Jenderal bintang dua ini menambahkan opsi kedua yakni tukar guling aset, yang nilainya mencapai lebih dari Rp10 miliar. Mekanismenya akan diajukan ke Kapolri dan memerlukan persetujuan Menteri Keuangan serta DPR RI.
“Timbul pertanyaan, siapa yang akan menyiapkan aset pengganti ini, apakah pemerintah provinsi atau pemerintah kota,” kata Waris.
“Jika aset pengganti sudah clear and clean dengan nilai yang setara, maka tim appraisal akan menilai dan keputusan akhir harus disetujui DPR RI dan Menteri Keuangan. Jadi keputusan bukan di Kapolda,” tutupnya.