News  

PPMAN Kecam Dugaan Represi Aparat Saat Aksi Tolak Tambang di Haltim

Warga Halmahera Timur menggelar unjuk rasa di Polda Malut. Mereka menuntut 11 orang yang ditetapkan tersangka dapat dibebaskan. Foto: Istimewa

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mengecam dugaan tindakan represif yang dilakukan aparat hukum saat aksi penolakan aktivitas tambang di Halmahera Timur, Maluku Utara.

Dalam siaran persnya, PPMAN mengaku menyayangkan tindakan tersebut serta mengatakan penggunaan fasilitas tambang oleh aparat yang dianggap menciderai netralitas sebagai institusi negara.

“Tetapi juga memperlihatkan keberpihakan yang terang-terangan terhadap kepentingan korporasi tambang,” ujar Ketua PPMAN, Syamsul Alam Agus, dalam keterangan persnya, Selasa, 20 Mei 2025.

PPMAN menilai sikap tersebut memperlihatkan keberpihakan aparat terhadap perusahaan tambang yang mengabaikan hak-hak konstitusi negara terkait kebebasan menyampaikan pendapat, mempertahankan ruang hidup, dan menjalankan praktik-praktik pengelolaan wilayah adat secara berkelanjutan.

Menurut PPMAN, fasilitas perusahaan yang diduga digunakan oleh aparat terdiri dari kendaraan, peralatan, hingga akomodasi saat mengamankan aksi penolakan aktivitas tambang yang terjadi di Kecamatan Kota Maba, Kabupaten Halmahera Timur, pada Jumat, 16 Mei 2025.

Akibat indikasi penggunaan fasilitas perusahaan oleh aparat itu, maka PPMAN mengeluarkan 8 poin pernyataan sikap terkait dugaan tersebut.

  1. Menuntut penghentian segera segala bentuk tindakan represif terhadap masyarakat Maba Sangaji, Halmahera Timur-Maluku Utara, yang memperjuangkan hak atas tanah dan lingkungan hidupnya.
  2. Segera bebaskan 11 orang masyarakat Maba Sangaji yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara.
  3. Mengecam sikap dan tindakan Kepolisian Daerah Maluku Utara yang terkesan melindungi PT. Position saat melakukan pembabatan hutan Adat, Masyarakat Maba Sangaji Halmahera Timur.
  4. Mengecam PT. Position yang melakukan pembabatan Hutan Adat Masyarakat Maba Sangaji di Halmahera Timur.
  5. Mendesak institusi TNI dan Polri untuk menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam konflik agraria yang berpihak kepada perusahaan.
  6. Meminta Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk melakukan investigasi mendalam atas dugaan pelanggaran HAM dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat negara dalam konflik pertambangan di Maluku Utara, terutama konflik antara Masyarakat Maba Sangaji dengan PT. Position yang melakukan penyerobotan atas kebun-kebun warga.
  7. Mendorong pencabutan izin-izin pertambangan yang bermasalah, khususnya yang beroperasi tanpa persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan secara penuh (FPIC) dari masyarakat terdampak.
  8. Menyatakan solidaritas penuh kepada seluruh masyarakat adat dan komunitas lokal di Maluku Utara yang terus berjuang mempertahankan tanah, hutan, dan lautnya dari ancaman perusakan akibat tambang.
Baca Juga:  Pentingnya Mendorong Regulasi Perlindungan Kuskus Mata Biru di Ternate

Sebelumnya, polisi sempat mengamankan 30 warga dalam aksi penolakan tambahng tersebut, tetapi hanya 27 orang yang dibawa ke Polda Maluku Utara, sedangkan 3 lainnya dipulangkan.

Dari 27 orang tersebut, 11 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka karena membawa senjata tajam saat aksi penolakan aktivitas tambang itu.

“Dari aksi itu setidaknya kita amankan 27 orang setelah dilakukan penyelidikan 11 orang ditetapkan sebagai tersangka,” tutur Kabid Humas Polda Maluku Utara Kombes Bambang Suharyono dalam keterangannya.