Dugaan kasus pelecehan seksual terhadap lima orang siswa SMA oleh kepala sekolah (Kepsek) berinisial AU (37) di Pulau Morotai, Maluku Utara, menuai kecaman berbagai pihak termasuk Law Firma Hukum Iksan Maujud dan Rekan.
Koordinator Bidang Pidana Firma Hukum Iksan Maujud, Muammar Jafril, menyatakan pihaknya mengecam serta mengutuk keras tindakan tak bermoral yang dilakukan oknum kepsek tersebut.
“Selaku koordinator bidang pidana mengecam dan mengutuk keras dugaan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum kepala sekolah SMA di Kabupaten Pulau Morotai,” kata Muammar dalam keterangannya, Minggu, 3 Agustus 2025.
Menurut ia, dalam kasus ini, sistem peradilan pidana anak perlu meletakkan ancaman sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual serta meyediakan saluran hukum penyelesaian perkara yang juga melibatkan korban.
“Artinya, negara mempersepsikan kedudukan anak secara tersendiri atau dengan perkataan lain, di mata negara justifikasi yuridis memperlakukan anak secara baik dan benar diakomodasi secara intensif,” jelasnya.
Bila merujuk UU 35/2014 dijumpai kalimat bahwa setiap anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial.
“Apabila logika ini saya teruskan, maka kekerasan seksual berupa pencabulan secara tidak langsung meruntuhkan dan melululantahkan seluruh hak-hak yang wajib dinikmati setiap anak,” tambahnya.
Amar menuturkan, kasus ini merupakan ironi, terlebih oknum kepsek adalah roda penggerak generasi, namun malah bertransformasi menjadi mesin perusak bangsa.
“Aparat penegak hukum usut tuntas peristiwa ini. Dugaan saya bukan hanya satu orang pelakunya. Lantaran lokus delicti peristiwa ini terjadi di ruang kelas dan di rumah dinas guru.”
Di samping itu, kata dia, tempus delicti dimulai pertama pada bulan April 2025, peristiwa kedua terjadi Juni 2025 dan peristiwa ketiga terjadi bulan Juli 2025.
“Karena lokus delictinya juga terjadi di rumah dinas, maka kemungkinan terdapat kontribusi pihak ketiga. Wujud kontribusi atas terjadinya perbuatan tersebut entah sebagai orang yang menyuruh lakukan (Doen Pleger), orang yang turut serta (Medepleger) atau orang yang menganjurkan atau menggerakan (Uitlokker),”
Ada atau tidak peran pihak lain seluruhnya bergantung pada pengembangan yang dilakukan penyelidik dan penyidik.
“Saya bersama rekan IM law firm and partners legal corporate and consultan senantiasa menjadi mitra dalam mengawal tegaknya hukum perlindungan anak,” tegasnya.
Di atas semua itu, menurutnya, ini harus menjadi atensi bersama seluruh lapisan masyarakat terutama stakeholder Pemerintah Pulau Morotai.
“Terlebih dugaan perbuatan pidana ini terjadi dalam domain Pemkab Pulau Morotai. Seharusnya, pemerintah kabupaten sedikit berpikir lebih keras mengambil langkah-langkah solutif,” paparnya.
“Kendati kejahatan tidak bisa sepenuhnya dihilangkan Akan tetapi upaya penanggulangan dan langkah meminimalisir angka kekerasan seksual terhadap anak dapat dilakukan,” tutupnya