Praktisi hukum Maluku Utara, M. Bahtiar Husni menyoroti penanganan kasus kematian seorang pemuda di Pulau Morotai yang dianggap tidak wajar oleh pihak keluarga.
Pemuda dengan inisial WST alias Rio itu diduga dianiaya sebelum meninggal dunia di RSUD Ir Soekarno.
M. Bahtiar mengatakan, kematian Rio sangat tragis, karena simpang siur dalam penyelidikan yang dilakukan Satreskrim Polres Pulau Morotai.
“Tragis sekali, soal kasus penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, karena tidak ada kejelasan sejauh ini,” kata M. Bahtiar, Rabu, 5 Juni 2024.
M. Bahtiar bilang, dalam kacamata hukum, kasus yang ditangani Polres Pulau Morotai ini bisa menggunakan pendekatan Pasal 351 ayat 3 dan Pasal 170 KUHP. Karena, dilihat dari kronologis peristiwa, para terduga ini lebih dari 1 orang.
“Dalam peristiwa tersebut, banyak barang bukti yang ditemukan, baik itu bercucuran darah korban di TKP. Termasuk luka robek yang teratur pada telapak tangan kanan berkisar 1,5 cm, ditambah lengan kanan terdapat luka sobek 10 jahitan dan memar pada bagian punggung atas dengan ukuran sekitar 2,5 cm,” katanya.
Belum lagi, kata M. Bahtiar, keterangan para saksi-saksi. Jadi mustahil kalau sejauh ini belum ada tersangka. Kasus seperti ini harusnya sangatlah mudah untuk diungkap para pelakunya.
“Polres pasti sudah tahu pelakunya, karena peristiwa ini sangat jelas, dengan berbagai bukti yang ada,” tegasnya.
Ketua YLBH Maluku Utara ini meminta agar tidak ada kecurigaan apapun atas keterlibatan 2 anggota polisi dalam peristiwa ini. Maka Kapolres Pulau Morotai harus tegas dan cepat menetapkan para tersangka dan memberikan kepastian hukum keluarga korban.
“Untuk Rekonstruksi itu hanya langkah peraga yang menerangkan kejelasan peristiwa. Tapi dengan bukti awal, Polres sudah bisa mengetahui pelakunya. Dalam kasus ini tidak harus ada yang disembunyikan, baik keterlibatan anggota polisi ataupun tidak, supaya publik menilai ada kejujuran dalam penegakan hukum,” pungkasnya.
—-
Penulis: Samsul Laijou
Editor: Ghalim Umabaihi