News  

Staf RSUD Ir Soekarno Morotai Sayangkan Polemik SK Jasa Pelayanan

Tampak depan Gedung RSUD Ir Soekarno Pulau Morotai. Foto: Aswan/cermat

Sejumlah staf di RSUD Ir Soekarno Pulau Morotai, Maluku Utara, menyayangkan polemik penyusunan Surat Keputusan (SK) jasa pelayanan yang dinilai tanpa melibatkan para tenaga medis.

Rfd Sibua, salah satu staf RSUD mengatakan, penyusunan SK tersebut hanya melibatkan sejumlah pihak serta tidak disepakati berdasarkan rapat mereka sebelumnya.

“Sebelumnya telah dilakukan rapat resmi selama tiga hari dengan melibatkan seluruh dokter, paramedis, serta tenaga penunjang di lingkungan rumah sakit,” kata Rfd, kepada Cermat, Senin, 27 Oktober 2025.

Ia menyebut, dari hasil rapat tersebut, disepakati bersama bahwa pembagian jasa pelayanan dibagi dengan komposisi medis 51 persen, paramedis 39 persen, dan penunjang 10 persen. Namun, kesepakatan itu tidak dijalankan.

Menurutnya, dugaan kuat muncul bahwa yang membuat SK tersebut adalah Mantan Dirut RSUD dr. Diana Pingkaan bersama staf manajemen ruma sakit.

“SK jasa pelayanan itu dibuat secara diam-diam dan hanya orang-orang terdekat yang dilibatkan. Padahal sebelumnya sudah ada hasil rapat bersama dengan kesepakatan pembagian jasa,” terangnya.

Ia bilang, kesepakatan dalam rapat sebelumnya juga maenyebutkan bahwa rancangan SK tersebut akan disimulasikan dalam bentuk bagan dan dirapatkan kembali sebelum diajukan ke Bagian Hukum Pemda Morotai untuk mendapatkan persetujuan serta ditandatangani bupati.

“Tapi itu tidak dilakukan, mereka langsung buat SK baru tanpa ada pembahasan lanjutan. Dan itulah awal munculnya gejolak di rumah sakit,” ujarnya.

Ia juga membeberkan adanya kejanggalan dalam daftar pembagian jasa bulan Juni dan Juli 2025. Beberapa nama disebut menerima jasa dengan jumlah tidak wajar dan tidak sesuai dengan jabatan dan masa kerja.

“Di bulan Juni, ada nama dr. Diana Pinangkaan yang mendapat jasa Rp3.060.000, padahal di bulan itu dia masih bertugas sebagai dokter umum di poli dan seharusnya hanya menerima sekitar Rp380.000,” ungkapnya.

Baca Juga:  Polres Haltim Razia Kendaraan yang Bawa Mihol

Selain itu, kata Rfd, sejumlah staf manajemen lain juga menerima jasa yang dianggap tidak wajar. “Seperti Jaychine Irene Kiki Kalumata di bulan Juni mendapat Rp923.728 dan naik jadi Rp2.511.351 di Juli. Lalu Santi Linda Lotar mendapat Rp1.500.728 di bulan Juni, padahal sebagai staf manajemen seharusnya hanya dikisaran Rp400.000-an,” kayanya.

Ia juga menyebut adanya SK tim Fraud atas nama Dunardi Idi dan Ando Surya yang diterbitkan pada 25 Juli 2025, namun keduanya telah menerima jasa penuh sebelum tanggal SK itu keluar.

“Yang anehmya lagi, perhitungan jasa bukan dilakukan oleh bendahara rumah sakit, tapi oleh salah satu pegawai dari luar RSUD. Dan ini jelas menyalahi sistem yang berlaku,” tegasnya.

Ia berharap, Pemda Morotai segera turun tangan untuk menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan kewenangan ini. “Kami berharap Pemda Morotai dapat menyikapi persoalan ini dengan serius dan bijaksana. Jangan sampai ulah oknum seperti ini mencoreng nama baik dan marwah Bupati dao Wakil Bupati,” pungkasnya.

Sementara itu, dr. Diana Pinangkaan, yang saat ini menjabat Plt Kepala Dinas Kesehatan Morotai, ketika dikonfirmasi melalui Whatsap menegaskan bahwa SK jasa pelayanan tersebut merupakan keputusan resmi Bupati dan Sekda Morotai.

“Itu SK Bupati, SK Sekda. Mereka minta rubah. Tapi keputusan Bupati, kita Direk nda bisa kita ruba sesuai kita pemau,” jelasnya.

Ia menambahkan, setiap perubahan atau revisi SK harus melalui koordinasi dengan pimpinan daerah. “Ia itu SK pak Bupati. Mereka minta revisi tapi pak Sekda sudah sampaikan revisi SK itu tuga direk baru berkoordinasi dengan pak Bupati. SK Bupati sudah tandatangan, sisa tugas direk baru biking revisi jika itu tidak sesuai,” tambahnya.

Baca Juga:  Bawaslu Malut Temukan Perhitungan Suara Cacat Prosedur di Halmahera Utara

Menurutnya, persoalan yang dipersoalkan para staf bukan soal pemotongan uang, melainkan perbedaan presentase yang ditetapkan bupati.

“Ini cerita bukan uang yang di potong. Ini Mengenai SK mereka mau 39 persen. tapi jadi 32 persen. Bupati tanda tangan 32 persen. bukan yang 39 persen. Bukan mereka punya uang kita potong,”

Ia juga menambahkan bahwa SK jasa pelayanan bukan hal yang statis dan dapat berubah setiap periode. “SK juga Bisa rubah-rubah. Ada Tahun 2018-2021 sampe bulan mei 2025. so bagi belum ada SK. Baru bentuk Draf belum tanda tangan Bupati. Maka kita jadi kita buat pembagian sesuai SK yang tanda tangani Bupati,” tutupnya

Penulis: Aswan KharieEditor: Rian Hidayat Husni