Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrum) Polda Maluku Utara menghentikan kasus seorang politisi muda yang menghamili sang pacar dan enggan bertanggung jawab.
Polisi muda yang merupakan pengurus pusat Partai Solidaritas Indonesia dengan inisial APRS alias Ananta Risky Raya Perdana Sidik, diduga menghamili pacarnya, inisial S alias Sary.
Kasus ini dihentikan setelah tim penyidik melakukan gelar perkara. Hasilnya, kasus yang ditangani dalam tahap penyelidikan ini tidak ditemukannya perbuatan melawan hukum sesuai hasil pemeriksaan sejumlah saksi, termasuk saksi ahli.
Dalam masalah ini, pihak keluarga Ananta menolak untuk menikahi pacarnya, dengan alasan Ananta masih berusia 19 tahun, masih kuliah dan masih berduka atas kepergiaan mendiang ayahnya. Jika terbukti anak dari Ananta pun, pihak keluarga menolak untuk menikahi.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Maluku Utara, Kombes Pol. Edy Wahyu Susilo kepada awak media mengatakan, sedikitnya dua saksi ahli telah diperiksa dalam tahap penyelidikan, yaitu saksi ahli dari Kementerian Perlindungan Anak dan Perempuan maupun Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.
“Sesuai hasil pengumpulan alat bukti, pemeriksaan sejumlah saksi termasuk saksi ahli, bisa disimpulkan bahwa tidak ditemukannya peristiwa pidana dalam laporan ini,” jelasnya, Jumat, 28 Febuari 2025.
Edy menambahkan, ada beberapa alasan yang menjadi dasar dari keterangan ahli, dimana perbuatan tersebut terjadi karena suka sama suka dan sama-sama dewasa. Juga, tanpa ada unsur paksaan sehingga tidak ditemukannya tipu muslihat atau janji untuk menikahi sebelum pelapor dinyatakan hamil.
“Janji untuk menikahi itu tidak ada sebelumnya tapi itu ada ketika pelapor sudah positif hamil dan itu tidak bisa karena ada namanya pre factum dan post faktum,” katanya.
Mantan Direktur Resnarkoba Polda Maluku Utara ini bilang, 2 ahli yang dimintai keterangan dalam laporan tersebut, kata Dirreskrimum, dimintai keterangan di Jakarta.
“Ahli yang diperiksa ini terlibat dalam membuat Undang-undang, sehingga mereka mempunyai pemahaman yang cukup utuh tentang latar belakang dibuatnya undang-undang ini, baik secara historis maupun sosiologis,” akuinya.
Tapi ke depan kasus ini pelaku bisa saja jadi terang jika hasil DNA dari bayi membuktikan anak tersebut adalah milik terlapor atau sudah benar-benar positif akan masuk dalam perdata.
“Kalau memang seperti itu, ujungnya ada di perdata untuk menentukan status anak, dan tanggung jawab itu lebih ke siapa,” terangnya.
Ia menegaskan penghentian kasus dalam tahap penyelidikan, sesuai dengan fakta yang ada di diputuskan melalui gelar perkara yang dilakukan penyidik dan dihadiri oleh pengawas internal dari Itwasda maupun Bidpropam Polda Maluku Utara.
“Hasil gelar perkara sudah dilakukan dan hasilnya kita hentikan dalam tahap penyelidikan,” pungkasnya.