Dua mantan gubernur Maluku Utara berakhir menjadi pesakitan karena kasus korupsi. Keduanya sama-sama memimpin Maluku Utara selama dua periode. Mirisnya, tindakan korupsi itu dilakukan saat menjabat sebagai kepala daerah.
Gubernur definitif pertama Maluku Utara yang tersandung korupsi adalah Thaib Armaiyn.
Gubernur dua periode itu divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, pada 12 Agustus 2015 silam.
Thaib divonis bersalah karena terbukti melakukan korupsi Dana Tak Terduga (DTT) Pemprov Maluku Utara Tahun Anggaran 2004.
Kemudian Gubernur Maluku Utara definitif kedua adalah Abdul Gani Kasuba. Gubernur yang juga menjabat dua periode ini tersandung kasus korupsi yang diusut KPK atas kasus dugaan suap ratusan miliar rupiah sejak tahun 2019 sampai 2023.
Abdul Gani yang kini menyandang status terdakwa di Pengadilan Tipikor Ternate juga tersandung tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Menyikapi riwayat dua eks Gubernur Maluku Utara yang berakhir dengan “rompi tersangka” ini, Akademisi Hukum Universitas Khairun Ternate, Dr. Nam Rumkel, mengaku sangat prihatin.
Menurut Dr. Nam, dua eks kepala daerah ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat Maluku Utara untuk lebih membuka pikirannya dalam menentukan siapa pemimpin yang akan datang.
“Karena bukan saja dua orang yang berakhir dengan rompi, tapi mereka juga yang menjabat, mengelola daerah ini dengan sembarangan. Tidak dibangun atas hukum, aturan yang baik. Nah, inilah yang terjadi,” kata Dr. Nam, Senin, 27 Mei 2024.
Sebab itu, ia berharap kedepannya publik Maluku Utara bisa memilih pemimpin yang memahami pemerintahan yang baik.
Dr. Nam menyebutkan, ada dua hal penting yang perlu dimiliki oleh calon pemimpin Maluku Utara. Di antaranya yang pertama yaitu, harus “bertangan besi” atau tegas berdasarkan aturan dan memahami kultur Maluku Utara. Kemudian yang kedua, harus bisa memberi keteladanan yang baik.
“(Sosok pemimpin) itu yang hilang. Makanya kita jangan kaget. Padahal mengurus daerah ini ada aturannya bukan semau gue bukan, ada aturannya, dan yang terjadi di kita kadang kita mau yang semau gue,” cetus dia.
Ia menambahkan, tidak hanya pada calon gubernur saja, publik juga diharapkan tidak salah memilih calon bupati dan wali kota pada Pilkada 2024 nanti.
Tanggapan serupa juga disampaikan Akademisi Hukum Universitas Terbuka UPBJ Ternate, Rizky Tehupelasury SH.,MH.
Rizky bilang, dari pengalaman yang dialami publik Maluku Utara ini maka kedepannya publik harus lebih selektif dalam memilih pemimpin.
“Pada prinsipnya kita lebih selektif lagi untuk memilih pemimpin-pemimpin ke depan, apalagi saat ini kita sudah memasuki momentum Pilkada, nah ini menjadi pembelajaran,” ucap Rizky, Rabu, 29 Mei 2024.
Rizky berpendapat bahwa memilih pemimpin itu tidak hanya melihat dari sisi ketokohannya saja, tetapi juga harus dilihat pada track record baik tidaknya calon pemimpin.
“Harus memilih orang-orang yang pantas karena memiliki track record baik, mempunyai integritas. Orang-orang seperti itulah yang pantas kita pilih menjadi Gubernur Maluku Utara,” pungkasnya.
—-
Penulis: Erdian Sangaji
Editor: Ghalim Umabaihi