“Kami bersebelas tidak ada aksi jahit mulut, sebenarnya. Setelahnya, mungkin bisa jadi. Teman-teman memang diawasi ketat oleh para medis (saat aksi) dan memang tidak makan. Sempat masuk Rumah Sakit (RS). Kurang lebih tiga hari semua teman-teman yang mogok makan dirawat di RS”.
Mata Abdul Kadir Bubu berkaca-kaca, ketika saya memintanya bercerita sejarah 11 orang mahasiswa melakukan aksi mogok makan, pada awal Maret 1999, untuk pemekaran Provinsi Maluku Utara.
“Dari teman-teman saya itu, ada yang meninggal karena konflik horizontal di Halmahera bagian utara,” ungkap Abdul, saat saya temui di Kedai Kopi Jarod, di Ternate, pada Oktober 2020.
Abdul lalu menulis 11 nama orang muda itu, lalu disodorkan kertas itu kepada saya. 11 orang muda itu yakni:
- Abdul Kadir Bubu (Hukum, Unkhair)
- Abdul Kader Din (ekonomi, Unkhair)
- Asnawi Serang (STAIN Ternate) Meninggal di Mamuya, Halmahera Utara
- Idrus Mangke (Ekonomi, Unkhair)
- Irwanto Maneke (Hukum, Unkhair)
- Ibnu Khaldun Yahya (Pertanian, Unkhair)
- Ahmad Samuda (Pertanian, Unkhair)
- Kusmayadi Taher (Hukum, Unkhair). Meninggal di Duma, Halmahera Utara
- Nyong Alkatiri (Hukum, Unkhair)
- Safia Marsaoly (FKIP, Unkhair)
- Unang atau Bahrudin Hakim (Perikanan Unkhair)
Lebih dari satu jam, saya mewawancarai Abdul Kadir. Ia bilang, perjuangan Maluku Utara menjadi provinsi adalah upaya semua warga. Selain itu, Keinginannya hanya satu, sejarah pemekaran Maluku Utara dapat ditulis lengkap. Tidak sepotong-sepotong.
Berikut petikan wawancara dengan Abdul Kadir Bubu:
Ceritakan kondisi mahasiswa saat aksi untuk memperjuangkan Maluku Utara menjadi provinsi
Mahasiswa di Maluku Utara hampir semuanya terlibat saat itu. Di tengah demontrasi yang bergejolak begitu besar, ternyata titik terangnya tidak ditemukan. Waktu itu (aksi) diinisiasi oleh (Forum Komunikasi Pemuda Perjuangan Provinsi Maluku Utara (FPPMU) yang sekretariatnya di Tanah Tinggi, Ternate (Sekarang kantor notaris), waktu itu diketuai oleh Basri Salama, pada tahun 1998.
Saat itu, pergerakan memang beriringan dengan era reformasi. Kemudian mulai mengambil momentum perjuangan provinsi yang sudah lama mandek. Perisapan pergerakan makin menjadi, ketika pembahasan mahasiswa di tingkat pusat bahwa mereka mendengar, katanya, Maluku Utara tidak masuk dalam agenda pembahasan pemekaran.
Hal itu menjadi salah satu sebab mahasiswa diorganisir untuk melakukan aksi demontrasi. Kemudian muncul inisiatif bahwa tidak sekadar di sini, mesti ada satu gerakan yang dapat mempengaruhi pusat untuk mengambil keputusan terkait dengan pemekaran.
Kemudian, atas inisiasi FPPMU saat itu, teman-teman diminta kesedian untuk mogok makan untuk perjuangan provinsi. Saya dan teman-teman, kami kurang lebih 11 orang bersepakat waktu itu untuk melakukan aksi mogok makan di kantor Bupati Maluku Utara (Sekarang Kantor Wali Kota Ternate). Di sana kemudian diorganisir, diawasi ketat oleh seluruh aktivis Maluku Utara yang terlibat langsung di sana.
Bahkan ada Forum dari Halmahera Barat, yang saya masih ingat, mahasiswa yang menamakan diri Jailolo, Sahu, Ibu (Jasa Ibu) juga datang berpartisipasi, Forum Pemuda Kelurahan di Kota Ternate juga datang berpartisipasi, tetapi motor penggeraknya ada di mahasiswa.
Saya dan teman-teman (11 orang mahasiswa) itu bersedia untuk melakukan mogok makan di sana sambil memaksa pemerintah pusat untuk memasukan Maluku Utara dalam agenda pembahasan salah satu provinsi yang bakal dimekarkan. Sejarahnya di situ, sehingga terbentuknya teman-teman 11 orang menjadi peserta mogok makan. Tenda waktu itu dibuat hanya satu. Seluruh teman-teman yakni 11 orang berkumpul di sana dan diawasi ketat. Kurang lebih 4 hari (mogok makan).
Semua aktivis Maluku Utara menyemangati termasuk Bang Naid (Rahmi Husen). Bang Naid sering baca puisi untuk menyemangati saya dan teman-teman pada waktu itu yang sedang mogok makan, bang Hasby Yusup, Basri Salama, Alm Awar Ways juga turut menyemangati. Mereka berperan aktif dalam aksi itu. Alhamdulillah berjalan lancar.
Apakah betul ada yang jahit mulut dalam aksi mogok makan?
Kami bersebelas tidak ada aksi jahit mulit, sebenarnya. Setelahnya, mungkin bisa jadi. Teman-teman memang diawasi ketat para medis. Dan memang (kami) tidak makan. Sempat masuk Rumah Sakit (RS) kurang lebih hampir tiga hari masuk RS. semua teman-teman yang mogok makan dirawat di RS.
Ada cerita yang agak lucu Ketika kami dibawa ke UGD RS. Ketika mau ditangani oleh dokter, itu Abang Naid yang datang bawa tebu, kemudian diberi kepada seluruh teman-teman, 11 orang yang mogok makan. Saya tidak tahu makan tebu itu untuk apa, nanti abang Naid yang jelaskan.
Bagaimana kondisi 11 Mahasiswa saat Mogok Makan?
Saat mogok makan, keadaan paling genting itu saaat masuk hari ketiga. Itu teman-teman sudah sangat genting bahkan ada yang pingsan. Adalah Abdul Kadir Din. Dia badannya besar dan karena tidak makan-minum, kemudian dia pingsan. Kemudian Nyong Alkatiri, teman-teman itu yang lebih parah lebih kritis itu mereka berdua. Pingsan di hari ketiga. Kemudian kita digotong ke rumah sakit dengan ambulance. Sementara Sofia Marsaoly, satu-satunya peremuan, ia mampu bertahan.
Bagaimana pemerintah pusat tahu keadaan 11 orang mahasiwa ini?
Pusat tahu karena saat itu memang wartawan nasional semua ada di sini kemudian ditambah lagi dengan kunjungan ketua PB HMI yang turut berorasi di sana dan turut diliput misalnya sekarang Bang Annas Ubaningrum, ia turut berorasi di teman-teman yang mogok makan, waktu itu masih ketua PB HMI. Kala itu, kalua tidak salah, ada RCTI dalam program seputar Indonesia. Media itu meliput dengan jelas dan itu dikonfermasi ke pusat hingga mereka mengetahui ada teman-teman yang melakukan mogok makan di sini.
Adakah dukungan dari pemerintah di daerah?
Selanjutnya, saya juga mengingat dengan benar bagaimana saat itu supporting dari pemerintah waktu itu, daerah administrasi Kota Ternate dan Tidore Kepulauan. Di Ternate ada Alm Samsir Andili yang turut berorasi. Dari Tidore ada Bahar Andili yang turut berorasi juga di sana, memberikan support kepada teman-teman yang mogok makan dan seluruh aktivis yang berjuang. Itu menambah semangat teman-teman melakukan berjuang selain juga partisipasi masyarakat di Maluku Utara yang turut berjubel besama-sama dengan kami yang mogok makan. Juga elit birokrasi seperti Samsir Andili dan Bahar Andili juga turut berpartisipasi Bersama. Dan itu menambah semangat teman-teman yang ada.
Waktu itu mogok makan itu hal yang asing bagi orang Maluku Utara. Hingga orang-orang semua berdatangan merasa memiliki, perhatian terpanggil, ada anak-anak yang sengaja mengorbankan diri untuk perjuangan. Sehingga orang-orang seluruh kabupaten kota datang berpartisipasi di situ. Selain disuport oleh Almarhum Bahar Andili, Samsir Andili para aktivis yang ada di Maluku Utara baik aktivis yang memberi support dari luar yang bereka berjuang masing-masing provinsi di mana mereka kuliah. Semua berjuang sama-sama.
Sebelum aksi mogok makan apakah ada yang terpecah, misalnya ada yang tidak mendukung, menolak, dan lainnya? Atau mungkin takut menyuarakan hal ini?
Saat itu, prakondisinya, seluruh mahasiswa sudah bersatu, HMI PMII, IMM, Seluruh organisasi Cipayung sudah Bersatu bahkan oraganisasi paguyuban bersatu saat itu. Bahkan mulai terbentuk oraganisasi paguyuban untuk medukung perjuangan saat itu.
Sebenarnya saat itu adalah era kebebasan makanya seluruh orang keluar untuk berjuang bersama. Pikirannya sudah satu sebenarnya, tetapi metode perjuangannya masih dicari-cari apa sih kiranya selain demontrasi apa lagi karena itu inisiatifnya muncul. Meskipun yang mogok makan, adalah teman-teman dari HMI.
Bagaimana situasi kemudian, ketika keinginan pemekaran ini tercapai
Pasti smua orang senang. Tapi saya menyayangkan begini; Catatan perjuangan provinsi Maluku Utara yang ditulis ternyata terlalu banyak mengambil cerita-cerita awal perintis perjuangan. Tidak membuat cerita peretape misalnya siapa menjadi perintis, siapa menjalankan itu, siapa di penghujung, yang sampai terbentuknya provinsi, itu tidak ditulis.
Sehingga, peringatan-peringatan ulang tahun itu yang dilakukan oleh provinsi itu, ketika terjadi selalu saja nostalgianya ke perintis perintis awal. Tetapi tidak secara utuh menggambarkan sampai dengan akhir. Sampai dengan bagaimana posisi awal sampai terbentuknya provinsi Maluku Utara. Itu yang saya sayangkan. Sehingga, kalau wawancara ingin merekonstruksi kembali sejarah perjuangan Provonsi Maluku Utara, saya kira ini bagus, dan teman-teman semua, aktivis yang berjuang di penghujung, juga setuju. Oleh karena itu, cerita sejarahnya (harus) utuh.
Tetapi yang terjadi saat ini misalnya, begitu juga provinsi, selalu saja memperingati dengan cerita-cerita yang banyak sekali cerita masa lalu yang merupakan perintis. Itu yang menjadi masalah sehingga menurut saya cerita ini perlu direkonstruksi Kembali dan diceritakan secarah utuh peretape, siapa tokohnya, kemudiandi era pertengahan untuk melanjutkan yang sebelumnya sampai di penghujung mesti dilakukan—diceritakan secarah utuh sehingga orang mengenang model inilah etape-etape perjuangan dengan tidak bermaksud untuk berbangga hati tetapi, sejarah mesti diceritakan secara utuh dari awal sampai akhir sehingga orang mengetahui bawah etape perjungan provinsi Maluku Utara itu dari tahap awal itu dimulainya dari siapa, siapa yang melanjutkan di ujungnya, ada siapa-siapa atau meskipun memang seluruh masyarakat Maluku Utara berjuang secara bersama-sama.
Diketahui perjuangan ini mulai dari kapan?
Ketika refosmasi mulai, geliat tentang perjuangan itu mulai mencuat. Karena orang mulai ada kebebasan untuk berbicara. Arus reformasi mulai dari tahun 1997 itu cikal-bakalnya mulai itu sebenanrya beringian dengan itu. Inisiatif berbicara tentang pemekaran sudah mulai ada dan teman-teman mahasiswa sudah mulai diajak teman-teman di komunitas.
Saya waktu itu basik di HMI pada 1998 dan saat itu juga memang isu pemekaran sudah mulai getol di sana dan di situ terus menerus bergulir di mahasiswa sampai dengan digiring ke kampus dan kampus keluar secara bersama-sama, bersatu hanya satu suara: Provinsi Maluku Utara itu harga mati. Harus dimekarkan.
Ketika itu selesai kita diperhadapkan dengan konflik horizontal. Bagaimana situasi saat itu?
Itu problem paling besar saat itu, kita diperhadapkan dengan provinsi yang masih muda. Diperhadapkan pada konflik besar. Mau tidak mau kita yang sudah bersatu dulu kemudian tercerai-berai. Itu yang mungkin yang harus disadari sebagai musibah besar bagi provinsi Maluku Utara dan saat ini, itu hanya kita mengenang saja, menjadi pelajaran bagi kita semua agar peristiwa itu tidak terulang lagi.
Bagaimana Ketika mendengar 2 orang dari 11 kawan ada yang meninggal?
Kusmayadi Taher adalah teman sekelas sama-sama di Fakultas Hukum Unkhair Asnawi Serang adalah saudara. Sama sama di Duma. Keduanya meninggal ceritanya sama-sama.
Saya mengetahui benar bagaimana Ketika bertolak dari Ternate dan saya mengingat benar tentang pesan-pesan Edi (Alm. Kurmayadi Taher) Ketika waktu kuliah tepatnya ujian semester waktu itu Edi berpesan ke saya, nanti kita bertemu tapi bertemu bukan di sini.
Sementara Asnawi tidak ada pesan tetapi hanya ketemu saat saya di Galela. Ketika kita berpisah, saya ke Mamuya, kemudian saya mendengar kabar dia (Asnawi) meninggal.
Saya ingat, saya bertukar kofia (peci) dengan Edi. Dia bilang, nanti kita bertemu tapi bertemu bukan di sini, tetapi bertemu di alam lain. Kata Edi begitu yang saya masih ingat.
“Saya tidak bisa menahan air mata kalau saya bicara tentang Asnawi dan Edi”.