Desa, Masa Depan Indonesia

Catatan Hari Desa Tahun 2025

Foto Lutfianona Effendi

Oleh: Lutfianona Effendi*

 

Indonesia tidak akan bercahaya
karena obor besar di Jakarta,
tapi Indonesia baru akan bercahaya
karena lilin-lilin di Desa
(Bung Hatta)

Saya sengaja mengutip kalimat Bung Hatta di awal tulisan ini, untuk menjadi pengingat bahwa kesadaran terhadap kemajuan bangsa ini terwujud dengan menjadikan desa sebagai paradigma baru Pembangunan nasional. Secara historis banyak regulasi yang mengatur tentang Pembangunan desa. Dari UU No. 22/1948, UU No 1/1957, UU No 18/1965 dan UU No 19/1965 .

Yang lebih miris adalah UU No. 5/1979 tentang Pemerintah Desa dengan membuat format pemerintahan desa menjadi seragam. Kebijakan tersebut yang menyebabkan hilangnya eksistensi desa-desa adat di Indonesia (Iskandar, AH. 2020)

Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa adalah titik balik paradigma pembangunan desa bahkan pembangunan nasional yang menjadikan desa sebagai subjek bukan lagi sebagai objek utama pembangunan. Undang Undang Desa memberikan empat kewenangan desa, dalam implementasi penyelenggaraan pembangunan desa.

Pertama: kewenangan desa berdasarkan hak asal usul. Kewenangan tersebut meliputi a) penataan system organisasi dan kelembagaan Masyarakat adat;, b) Pranata hukum adat;, c) Pemilikan hak tradisional;, d) Pengelolaan tanah kas desa adat;, e) Pengelolaan tanah ulayat;, f) Kesepakatan dalam kehidupan Masyarakat desa adat;, g) Pengisian jabatan kepala desa dan perangkat desa adat;, dan h) Masa jabatan kepala desa adat.

Kedua: kewenangan lokal berskala desa yang meliputi a) Bidang Pemerintahan desa;, b) Pembangunan desa;, c) Kemasyarakatan desa;, dan d) pemberdayaan masyarakat desa. Ketiga: Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

Keempat: kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Memperkuat BUM Desa

Pasca diundangkannya UU No 6/2014, tahun 2015 pemerintah pusat mengalokasikan dana desa untuk dikelola pemerintah desa sebagaimana kewenangan yang telah di atur dalam peraturan perundang undangan. Nawacita Presiden Jokowi-Jusuf Kalla tahun 2014-2019 yakni Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah dan Desa, adalah komitmen pemerintah untuk mendorong perubahan paradigma pembangunan desa.

Periode Kedua Presiden Joko Widodo dan Maruf Amin bukan hanya pemberdayaan pemerintah desa secara umum, namun penguatan instrumen kelembagaan ekonomi desa menjadi faktor utama menjadikan desa sebagai penentu kebijakan ekonomi di desa. Komitmen ini ditujukkan pemerintah melaui Peluncuran Sertifikat BUM Desa pada tanggal 21 Desember 2021 oleh Presiden Joko Widodo.

Secara histori BUM Desa lahir dari semangat untuk memberdayakan desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat desa. Konsep BUM Desa sendiri sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya di wilayah pedesaan.

Beberapa regulasi sebelumnya yang berkaitan dengan BUMDesa, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah: Pasal 213 ayat (1) undang-undang ini menjadi landasan hukum pertama yang memberikan kewenangan kepada desa untuk mendirikan badan usaha milik desa. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2005 tentang Desa:

Baca Juga:  Menakar Ancaman Krisis Pangan dan Ekologi

Peraturan ini memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai tata cara pendirian dan pengelolaan BUMDesa; dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa: Undang-undang ini memperkuat posisi BUMDes sebagai salah satu pilar dalam pembangunan desa.

Untuk memberikan kepastian hukum BUM Desa sebagai sebuah entitas badan usaha yang berbadan hukum, keluarlah Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 memberikan kepastian hukum sebagaimana pada Pasal 117.

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diubah sebagaimana pada Ketentuan Pasal 1 angka 6 yang berbunyi Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah Badan Hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Tentunya perubahan ini memberikan harapan baru bagi BUM Desa dalam mendorong ekonomi lokal untuk kesejahteraan masyarakat desa. Beberapa isu baru dalam PP 11 Tahun 2021 tentang BUM Desa meliputi akses permodalan, Pajak/Retribusi, Pembubaran BUM Desa, Business Judgment Rules, Organ Kelembagaan BUM Desa, bantuan BUM Desa dan Transformasi eks PNPM Menjadi BUM Desa bersama LKD.

Tiga tahun sejak regulasi baru BUM Desa, setitik harapan telah dimulai. Berbagai BUM Desa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan inovasi masing-masing. BUM Desa menjadi instrumen kelembagaan baru dalam mendorong ekonomi lokal untuk kesejahteraan masyarakat desa.

BUM Desa mulai berbenah, sinergi Kementerian /kelembagaan tingkat pusat mulai didorong untuk memastikan kebutuhan dan ekspansi kegiatan usaha/bisnis BUM Desa. Tahun 2023. Di hari BUM Desa, Kementerian Investasi/BKPM merilis BUM Desa sebagai salah satu pelaku usaha pada OSS Kementerian Investasi/BKPM dalam proses pengajuan perizinan secara online (NIB). Go Live BUM Desa pada OSS dilakukan oleh Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi dengan Kementerian Investasi/BKPM pada tanggal 2 Februari 2023 di Kab Bintan.

Aspek legalitas dan perizinan menjadi perhatian serius baik sertifikat badan hukum, NIB, Perpajakan, Sertifikasi Halal, produk BUM Desa pada e-katalog versi. 6 sampai mendorong BUM Desa sebagai pelaku ekspor terus dilakukan oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.

Perkembangan BUMDesa

Perkembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan BUMDes bersama dalam 10 tahun terakhir ini sangat dinamis dan menarik untuk dikaji. Sejak adanya kebijakan dana desa, BUMDesa mendapatkan suntikan dana yang signifikan sehingga mendorong pertumbuhan dan perkembangannya.

Secara umum, perkembangan BUMDesa dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain, Jumlah BUMDesa mengalami peningkatan yang cukup pesat, terutama setelah disahkannya Undang-Undang Desa. BUMDesa tidak hanya sebagai unit usaha, tetapi juga menjadi wadah pemberdayaan masyarakat desa. Data SID Kementerian Desa dan PDT tanggal 17 Januari 2025 terdapat 23.800 BUMDesa yang telah memiliki Sertifikat Badan Hukum dari Kementerian Hukum RI. Melonjak sangat signifikan sejak diluncurkan pertasma kali oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2021. Diversifikasi Usaha: BUMDesa tidak lagi terbatas pada usaha-usaha tradisional, tetapi telah merambah ke berbagai sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, hingga teknologi informasi.

Baca Juga:  Oti se Paji, Satu kearifan Nelayan Tomalou

Kemitraan: Banyak BUMDesa menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun lembaga keuangan untuk memperkuat posisi dan mengembangkan usahanya. Kontribusi terhadap Perekonomian Desa: BUMDesa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan asli desa (PAD), membuka lapangan kerja, dan mengurangi angka kemiskinan.

Tantangan BUMDesa

Tentunya perkembangan BUMDesa juga harus terus di dampingi, karena masih banyak tantangan yang dihadapi. Menurut catatan penulis beberapa tantangan yang dihadapi dalam mendorong Pengelolaan BUM Desa secara profesional baik di tingkat pusat maupun daerah/desa diperhadapkan pada, pertama, Regulasi berupa Kerangka hukum/regulasi yang belum mengakomodir BUMDesa sebagai badan usaha yang dapat menghambat pengembangan BUMDes. Kedua, SDM BUMDesa menjadi kendala besar terutama kompetensi di bidang manajemen usaha, keuangan, dan pemasaran, ketiga, Akses terhadap permodalan yang terbatas, baik dari perbankan maupun investor, menjadi tantangan dalam mengembangkan usaha, keempat, lemahnya Koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan desa dalam pengembangan BUMDesa. Dan kelima, Pengetahuan atau Pemahaman yang masih rendah tentang konsep BUMDesa, baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat.

Sementara di tingkat daerah/desa BUM Desa diperhadapkan pada, tidak ada fokus pengembangan potensi ekonomi di desa untuk dikembangkan menjadi usaha BUMDesa. Kelemahan dalam manajemen keuangan, pengelolaan aset, dan pemasaran produk. Rendahnya ruang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan BUMDesa. Lemahnya Digitalisasi dan inovasi dalam mengembangkan produk dan jasa BUMDesa dan minimnya Kompetisi ditengah persaingan usaha semakin kompetitif di era digital

Dana Desa untuk BUMDesa

Pemanfaatan dana desa melalui penyertaan modal dan kemitraan BUM Desa telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan BUM Desa dalam Mengembangkan usaha, Membuka usaha baru, memperluas jangkauan pasar, atau meningkatkan kualitas produk/jasa. Memperkuat modal, Meningkatkan modal kerja sehingga dapat menjalankan operasional dengan lebih baik.

Selain itu pemberdayaan masyarakat dengan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa.

Selain menerima dana transfer dari pemerintah pusat berupa Dana Desa, pendapatan desa juga didapat melalui kontribusi BUMDesa dalam bentuk PADesa. Beberapa desa di Indonesia, melalui pengelolaan BUM Desa secara profesional dengan mendorong partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabel dalam memanfaatkan potensi desa, melakukan inovasi mengubah desa menjadi desa yang maju dan mandiri.

Kontribusi ekonomi dan Pendapatan Asli Desa yang signifikan telah dipraktekan oleh BUM Desa di Desa Pujon Kidul Kab Malang, Desa Tamansari Banyuwangi, Desa Budo Kab Minahasa Utara dan berbagai desa lainnya di Indonesia. 5 tahun terakhir perkembangan BUMDesa sangat masif tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi sudah mulai terdistribusi di Pulau Sumatera, Kalimantan bahkan Sulawesi dan Maluku Maluku Utara. Meningkatnya kontribusi ekonomi masyarakat dan PADesa menunjukkan kegiatan usaha/bisnis BUMDesa variatif dan beragam sesuai dengan potensi desa masing-masing.

Baca Juga:  Menampar “Wajah” Intelektual

Sebagai implementasi asta cita 6 Presiden Prabowo Subianto yakni “ membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan “dan 12 Rencana Aksi Kementerian Desa dan Pembangunan daerah Tertinggal, tahun 2025, 20 persen prioritas penggunaan Dana Desa diperuntukan untuk mendukung program ketahanan pangan yang dilaksanakan dengan berbasis pada potensi lokal serta kerjasama desa dan antar Desa, dengan memperhatikan aspek pelestarian lingkungan desa dan kawasan perdesaan.

Fokus penggunaan Dana Desa untuk program ketahanan pangan tersebut dilaksanakan untuk mendukung swasembada pangan dan makan bergizi gratis di tingkat desa. Harapannya implementasi program ketahanan pangan dapat dilaksanakan secara inklusif, akuntabel, kolaboratif dan berkelanjutan sesuai dengan potensi/produk unggulan dan kewenangan desa. Peran BUM Desa sebagai pelaksana program ketahanan pangan menerima pembiayaan 20 persen dari Dana Desa dalam bentuk penyertaan modal. Untuk itu diperlukan keterlibatan semua pihak dalam pembinaan dan pengembangan BUM Desa.

Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas PMD/sebutan lain memiliki tugas dan kewajiban pembinaan untuk mendorong Desa yang belum memproses badan hukum BUM Desa untuk segera melakukan proses pendaftaran badan hukum, melanjutkan proses perizinan, perpajakan serta menyiapkan produk pada pada e-katalog versi. 6, yang semuanya dilakukan secara online dan gratis.

Bagaimana perkembangan BUM Desa di Maluku Utara? Berdasarkan data pada sistim Informasi Desa Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, sampai dengan tahun 2024 BUM Desa di Propinsi Maluku Utara yang telah memperoleh legalitas badan hukum sebanyak 164 BUMDesa dari 1.063 Desa di Maluku Utara.

Hal ini menunjukkan bahwa BUMDesa sebagai instrumen kelembagaan ekonomi desa belum didorong untuk mengelola, memanfaatkan sumberdaya dan potensi desa untuk mendorong peningkatan ekonomi lokal desa. Apalagi saat ini BUM Desa sebagai penyedia bahan baku Program Makan Bergizi Gratis, harus memiliki syarat minimal berbadan hukum, memiliki NIB dan lebih penting lagi produk BUM Desa harus terdaftar pada aplikasi belanja online yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pemerintah (LKPP) e-katalog versi. 6.

Ruang partisipasi BUM Desa sebagai mitra dalam mengelola sumber daya alam terutama dikawasan-kawasan pertambangan belum mendapat perhatian pemerintah, sebagaimana arahan presiden bahwa “BUMDesa harus dilibatkan sebagai mitra dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah masing-masing termasuk kawasan pertambangan”.

Harapannya kepemimpinan baru Maluku Utara tahun 2025, mendorong BUM Desa sebagai salah satu instrumen kelembagaan ekonomi di desa diberi ruang kemitraan dengan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun lembaga keuangan untuk memperkuat posisi BUMDesa dalam kegiatan ekonomi lokal. Semoga.

—–

*Penulis adalah Fungsional Muda Analis Hukum pada Layanan Legalitas dan Kerjasama Biro Hukum Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal. Juga, sebagai Direktur Yayasan Penggerak Desa Indonesia