Oleh: Hijrasil*
Jalanan kota di Minggu pagi terlihat lengang. Sesekali motor dan mobil melintasi jalan dengan kecepatan tinggi. Kawasan pasar Gamalama yang dulu ramai kini seperti tak berpengunjung. Satu-dua orang terlihat berjalan melewati sepanjang jalan depan pertokoan, dan lapak kaki lima, seakan tak bergeming ke arah produk-produk di depan toko dan lapak pedagang yang dipajang. Beberapa pekerja toko terlihat berdiri di depan menunggu tanpa kepastian apakah hari itu akan ada pengunjung yang datang menyelematkan hidupnya untuk sebulan.
Di seberang jalan, pedagang arloji memanfaatkan sedikit ruang untuk ditempatinya. Di sebelahnya pedagang kaca mata, topi, dan pedagang emas dengan etalase kecilnya bertuliskan jual beli emas ikut memanfaatkan ruang kecil di depan toko. Kawasan pasar Gamalama dahulunya adalah primadona orang-orang bila ingin berkunjung membeli berbagai kebutuhan.
Roda ekonomi di pasar Gamalama kini tak berputar kencang seperti dahulu, menjadi lesu tak berdaya digilas tanpa diketahui kapan kematian akan datang menutup usia perjalanan pasar gamalama.
Sekitar tahun 2019 sebuah bangunan tinggi menjulang didirikan pemerintah sebagai Plaza Modern menggantikan bangunan tua tempat pusat Taylor atau tempat parah penjahit tinggal dan bertahan menghidupi keluarga mereka.
Kini mereka sudah pindahkan di bagian pasar lainnya. Berdirinya Plaza Modern di tengah-tengah kawasan pasar Gamalama diharapkan menambah kecepatan roda ekonomi di kawasan itu. Rupanya kini bangunan moderen tinggi menjulang di antara pusat perbelanjaan tidak lebih dan sekadar pajangan kesuksesan pemerintah.
Hiruk pikuk gemerlap pasar Gamalama ialah kisah zaman dan eksistensi kehidupan ekonomi, manusia, dan peradaban. Memori kejayaan masa lalu hinggap kepada sebuah pusat perbelanjaan di kawasan itu. Sebut saja namanya “GLORIA”. Sebuah kejayaan atau keagungan yang hidup di tengah kawasan perbelanjaan
Gamalama. Di zamannya, pemilik dan semua orang begitu optimis Gloria akan hidup sepanjang zaman mengiringi generasi tua dan muda di Kota Ternate.
Kemudian desain zaman datang menginterupsi harapan pemilik dan semua orang di kota itu, semua kaget tak menyangka bak sulapan zaman sekejap cahaya Gloria langsung redup. Semua orang di kota itu beralih pada cahaya baru yang lebih mempesona, menawarkan gaya hidup modern, kekotaan seperti kota besar di belahan barat. Sebuah mall berdiri dalam kepercayaan diri disisi timur kawasan pasar Gamalama.
Gloria dulu ialah perempuan cantik, mudah, anggun di atas altar. Semua orang selalu ingin melihatnya. Kini Gloria si perempuan muda seakan terbaring menunggu pangeran datang membangunkan dari tidurnya yang panjang. Beberapa orang pekerja terlihat masih bertahan menjaga keagungan Gloria, sementara lainnya menghilang entah kemana. Seorang kasir entah sudah berapa lama dia bekerja terus duduk di kursinya sepanjang hari, nampak satu dua orang pengunjung setia membayarkan belanjaannya pada sang kasir, mereka mengenalnya, begitu juga sang kasir.
Dahulu jalanan dan lingkungan di sekitar Gloria selalalu dijaga semua orang, seakan tak mau di wilayah itu ada sampah di jalanan atau kerumunan yang membuat macet hingga mengganggu orang-orang di kota itu mengunjunginya. Kini situasi sudah berubah tukang parkir dan petugas kebersihan menghilang karena mereka tahu Gloria tak lagi seperti dulu mendatangkan uang bagi mereka. Nampak di sisi kanan Gloria telah dijadikan tempat pembuangan sampah orang-orang yang lalu lalang. Di tempat itu juga terselip sebuah tulisan makian kepada para pembuang sampah sembarangan.
Saat pagi, siang, maupun malam ketika melewati Gloria setiap pasang mata selalu menengok ke tempat ini, seakan memori semua orang di kota ini telah di bawah Gloria dalam tidurnya. Melihatnya membawa kita kembali ke ingatan masa lalu, penuh keramaian dan kegembiraan di dalamnya. Anak kecil, remaja, hingga orang dewasa tumpah dalam hingar-bingar. Tiap etalase, rak, dan keranjang selalu penuh dengan berbagai barang kebutuhan.
Kegemerlapan dan hingar bingar itu rupanya telah ikut memabukkan Gloria hingga melupakan zaman di depan. Hingga waktunya pun tiba Gloria baru tersadar bahwa semua orang telah meninggalkan pesta kejayaannya, kemudian meratap semua orang yang hanya lalu lalang begitu saja di depannya.
Kembali ke zaman sekarang, kini kisahnya bagai dongeng seorang putri yang disihir nenek tua. Selalu diceritakan ke semua generasi seraya berharap kisah itu menjadi nyata lagi, Gloria bangkit dari tidurnya dengan cahaya baru dari wajahnya. Membawa kembali yang pergi dan menghidupkan cerita baru orang-orang di kota ini. Namun kini Gloria hanyalah kisah sebuah pembatas zaman lalu dan era sekarang.
—-
*Penulis adalah dosen di Universitas Khairun Ternate