News  

IWIP Didesak Hentikan Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara, Jadi Alarm Bahaya?

Pertambangan nikel yang terintegrasi dengan IWIP juga menjadi pemicu deforestasi signifikan yang turut menyumbang krisis iklim dan musnahnya keanekaragaman hayati.

Salah satu titik pembangkit listrik bertenaga batu bara di kawasan PT IWIP. Foto: Rian/cermat

PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang merupakan mega proyek hilirisasi nikel di Halmahera Tengah, Maluku Utara, didesak menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara.

Permintaan ini disampaikan Climate Rights Internasional (CRI), sebuah organisasi pemantauan dan advokasi iklim, dalam laporan bertajuk Nikel Dikeduk: Dampak Industri Nikel di Indonesia Terhadap Manusia dan Iklim yang dirilis awal 2024 lalu.

CRI mengungkapkan, IWIP telah mendirikan 5 titik bangunan pembangkit listrik yang menjadi rumah 12 pembangkit listrik tenaga batu bara. Rantai pasok batu bara tersebut berasal dari Pulau Kalimantan.

“Secara keseluruhan, pembangkit listrik tenaga batu bara ini akan menghasilkan sekitar 3,78 gigawatt per tahun dengan membakar batu bara berkualitas rendah dari Kalimantan,” demikian laporan CRI yang dikutip cermat, Kamis, 19 Desember 2024.

Kapasitas penggunaan batu bara oleh IWIP, menurut CRI, bahkan melebihi apa yang dilakukan perusahaan pertambangan di negara Brazil dan Spanyol.

“Setelah beroperasi penuh, segenap pembangkit listrik ini akan memakai lebih banyak batu bara dibandingkan dengan Spanyol atau Brasil dalam satu tahun.”

Baca Juga:  APK dan BK Masih Bertebaran di Minggu Tenang, Ini Kata Ketua Bawaslu Malut

Pembangkit listrik PT IWIP telah memicu sejumlah persoalan, termasuk menyebabkan emisi rumah kaca meningkat. Pertambangan nikel yang terintegrasi dengan IWIP juga menjadi pemicu deforestasi signifikan yang turut menyumbang krisis iklim dan musnahnya keanekaragaman hayati.

CRI dan AI Climate Initiative di University of California, Berkeley, menetapkan 5.331 hektar hutan tropis telah ditebang di dalam konsesi pertambangan nikel Halmahera yang berujung hilangnya sekitar 2,04 juta metrik ton gas rumah kaca (CO2e) yang sebelumnya tersimpan dalam bentuk karbon di dalam hutan-hutan tersebut.

Berdasarkan temuan itu, CRI meminta perusahaan tambang di Indonesia termasuk PT IWIP menerapkan energi terbarukan, dengan pengawasan dan peraturan yang kuat dari pemerintah.

Baca Juga:  Tekankan Peran Penting Saksi Parpol di TPS, Munawar: Harus Berani

Kendaraan listrik seperti Tesla, Ford, dan Volkswagen yang memiliki kontrak untuk memasok nikel dari Indonesia, termasuk dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di IWIP, semestinya mendorong rantai pasok yang berkelanjutan dan adil serta menyerukan kepada pemerintah Indonesia maupun perusahan-perusahaan tambang dan peleburan agar melindungi tanah dan hak-hak Masyarakat Adat.

“Mengurangi penggundulan hutan, memitigasi pencemaran udara dan air, serta memastikan agar hak-hak para aktivis dan warga setempat untuk berorganisasi dan berunjuk rasa dijunjung tinggi,” ucap CRI.

IWIP juga didesak mengambil langkah meminimalkan pencemaran udara, air, dan tanah dari kegiatan industri dengan menerapkan mekanisme pengendalian pencemaran udara, membuang limbah industri dan abu batu bara dengan benar, serta mengolah air limbah dari fasilitas industri maupun pembangkit listrik tenaga batu bara, berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaik yang ada.

Baca Juga:  Catat! Pekan Depan Rute Penyeberangan Kapal Ferry di Sofifi Dialihkan ke Sidangoli

“Segera menghentikan pembangunan semua pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru di Indonesia Weda Bay Industrial Park. Mengumumkan rencana terikat waktu (time-bound plan) untuk mengganti pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada dengan sumber energi terbarukan sesegera mungkin,” cetusnya.