News  

Jeritan Terpendam Buruh Tambang di Balik Tragedi Kecelakaan Kerja

Plang peringatan kecelakaan membentang di gerbang masuk lokasi pertambangan PT IWIP. Foto: Galim/cermat

Suara tabrakan beruntun terdengar berdentum persis di persimpangan jalan kawasan smelter PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), Sabtu, 2 Maret 2022 sekitar pukul 07.00 WIT. Hardian (30), baru saja pulang usai bertugas shift malam sebagai karyawan di PT. IWIP. Ia menyaksikan langsung kecelakaan kerja di perusahaan tambang nikel terbesar di Maluku Utara itu.

Ada 11 pekerja terluka dalam insiden kecelakaan tersebut. Tujuh di antaranya merupakan pekerja asing asal Tiongkok, yakni Jia wei Jiang, Song qing, Ma yong kang, Liu Bau Qun, Jin Chao, Wu Jin Jieo, dan Li Guo Lih. Sedangkan, empat orang lainnya merupakan WNI, La Ode Ridwan, M Yusup, La Ode Usman, dan Sulfani Alfaeni (pengendara).

Para karyawan langsung dilarikan ke klinik PT. IWIP untuk mendapat pertolongan. Namun lima orang harus dirujuk ke RSUD Chasan Bosoeri Ternate, karena mengalami luka parah.

“Saya dengar ada dentuman keras pagi itu. Truk yang angkut orang saling tabrak. Kacanya pecah. Ada karyawan yang teriak minta tolong dengan kondisi tubuh berlumuran darah,” kenang Hardian saat ditemui cermat di Desa Lelilef Woebulen, April lalu.

Asap PLTU di kawasan PT IWIP mengepul. Foto: Galim/cermat

Tragedi kecelakaan kerja bukan lagi hal baru bagi buruh tambang di Lelilef, Kecamatan Weda Tengah, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Hardian mengaku, banyak karyawan punya pengalaman yang sama menyaksikan, bahkan menjadi korban dalam setiap peristiwa nahas tersebut.

Namun, perusahaan melarang karyawannya mengambil gambar saat kecelakaan terjadi. Hardian mengaku ada risiko besar yang ditanggung jika tindakan tersebut diketahui. Akibatnya, kata ia, tak banyak karyawan yang mau membeberkan peristiwa-peristiwa kecelakaan tersebut.

“Ada banyak sekali kejadian yang tidak diberitakan media. Kami dilarang jika ada kecelakaan lalu memotretnya, apalagi disebar ke medsos. Kalau ketahuan bisa disanksi, kena SP (peringatan), bahkan di-PHK, makanya banyak yang memilih diam,” ucapnya.

Perusahaan, menurutnya, lebih mementingkan produksi dibandingkan keselamatan manusia. Itu yang memicu potensi insiden dan kecelakaan kerja karena hujan pun mereka tak berhenti.

“Kalau atasan bilang kerja ya kerja,” katanya.

Karyawan bertambah, kecelakaan meningkat

Mengutip laman Simoregam Pemprov Maluku Utara per 15 April 2024, diketahui ada beberapa perusahaan tambang nikel yang aktif beroperasi di Halmahera Tengah. Di antaranya PT. Anugerah Sukses Mining, PT. Bakti Pertiwi Nusantara, PT. Elsaday Mulia, PT. Fajar Bhakti Lintas Nusantara, PT. Gebe Sentral Nickel, PT. Halmahera Sukses Mineral, PT. Harum Sukses Mining, PT. Mineral Logam Makmur, PT. Surya Saga Utama, PT. Tekindo Energi, dan PT. Weda Bay Nickel.

Bertambahnya perusahaan tambang yang beroperasi di Halmahera Tengah, bertambah pula karyawan yang direkrut.

Kepala Bidang Tenaga Kerja, Disnakertrans Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, Fauzan Anshar mengatakan, jumlah tenaga kerja sektor tambang di Halmahera Tengah mengalami peningkatan pada triwulan pertama periode Januari hingga Maret 2024.

Baca Juga:  Panitia Penerimaan Anggota Polri di Maluku Utara Disumpah, Kapolda Ingatkan Ini

Angkanya mencapai 70.000 jiwa yang terdiri dari tenaga kerja dalam negeri 68.000, ditambah tenaga kerja asing 4.000.  Jumlah karyawan perusahaan tambang itu lebih tinggi dari jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Tengah.

Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri tahun 2020, jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Tengah mencapai 63.190 jiwa. Padahal kabupaten ini terdiri dari 10 kecamatan dan 61 desa dengan luas wilayah 8.381,48 km² dan daratan seluas 2.276,83 km.

Kendati begitu, jumlah karyawan terus meningkat, tak sebanding dengan sistem jaminan keamanan kerja di lingkungan perusahaan.

“Kami hanya memiliki kewenangan secara preventif dan melakukan sosialisasi terkait pengawasan tenaga kerja. Selebihnya ada di Disnakertrans Maluku Utara,” ucap Fauzan kepada cermat.

Aktivitas buruh tambang dan lalu-lalang kendaraan di jalan utama kawasan PT IWIP. Foto: Galim/cermat

Disnaker mencatat, sepanjang tahun 2022, kecelakaan kerja di Provinsi Maluku Utara (Malut) mencapai 155 kasus. Angka kasus kecelakaan kerja ini rata-rata terjadi di perusahaan tambang. Dari jumlah itu, tujuh lainnya berujung pada kematian akibat kecelakaan lalu lintas.

Halmahera Tengah merupakan yang terbesar dengan menyumbang kasus kecelakaan kerja di perusahaan. Sedangkan, sisanya yaitu sebanyak 24 kasus tersebar di empat daerah di Maluku Utara, seperti di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) sebanyak 14 kasus, Kota Ternate sebanyak 6 kasus, kemudian Halmahera Utara (Halut) sebanyak 3 kasus, dan Pulau Taliabu sebanyak 1 kasus.

Sementara, Forum Studi Halmahera (FOSHAL) mencatat, Sejak PT IWIP beroperasi pada 2018 hingga kini, telah terjadi empat kecelakaan ledakan dan satu kali kebakaran memakan korban buruh yang tidak sedikit, 24 orang.

“Ledakan smelter IWIP akhir 2023 lalu, ditambah korban selama operasional IWIP, sudah mengakibatkan 25 korban jiwa dan puluhan korban luka bakar,” ungkap Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye FOSHAL, Julfikar Sangaji, kepada cermat.

Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Maluku Utara mengklaim terus mendorong peningkatan pengawasan tenaga kerja di sektor pertambangan.  Upaya pengawasan ini disampaikan langsung oleh Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga Kerja, Nirwan Turuy, saat dikonfirmasi cermat pada Kamis, 25 April 2024.

“Kami sudah melaksanakan berbagai kegiatan yang melibatkan perusahaan dan karyawan, mulai dari pelatihan hingga safety leader,” ucapnya.

Hari buruh, momentum protes perusahaan

Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, Hayun Maneke merespons deretan kecelakaan kerja melalui rilis yang dikutip cermat dalam memperingati Hari Buruh, 1 Mei 2023.

Termasuk peristiwa nahas  yang menimpa dua karyawan IWIP pada 2023, Dizan Ismail asal Ambon dan Wang Wei, WNA asal China. Dizan Ismail diketahui tersengat listrik saat perbaikan limit pintu crane limbah. Lemas setelah terpapar uap panas, ia langsung meninggal di tempat. Sementara, Wang Wei, kritis setelah kecelakaan sehingga dirujuk ke Manado, Sulawesi Utara.

Baca Juga:  Polisi Ringkus Pelaku Pencurian Uang dan Handphone di Ternate Barat

“Hari Buruh (May Day) ini, mestinya menjadi momen perjuangan hak-hak para buruh demi keadilan dan kesejahteraan. Apalagi peristiwa tragis yang terus dialami para buruh ini,” kata  Hayun.

Melalui momentum hari buruh kemarin, pihaknya dari SPN mendorong PT. IWIP agar membuka dialog dengan para buruh. Hal itu menurutnya penting agar perusahaan mendengar aspirasi dan tuntutan mereka.

“Perayaan Hari Buruh 1 Mei 2023 kemarin, hampir semua tenaga kerja, baik yang tidak terasosiasi maupun yang sudah terasosiasi dalam serikat pekerja vakum pada momentum strategis tersebut,” ungkapnya.

Salah satu plang peringatan kecelakaan di kawasan tambang PT IWIP Halmahera Tengah, Maluku Utara. Foto: Galim/cermat

Sebaliknya, lanjut Hayun, bagi PT. IWIP dalam perayaan 1 Mei para perwakilan serikat pekerja diundang untuk menjadi “tim hore” dalam dokumentasi kegiatan. Tidak ada ruang dialog, apalagi ruang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan khususnya tentang penerapan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja (K3) di PT. IWIP.

Biasanya, memperingati 1 Mei, para buruh sering melakukan demonstrasi di perusahaan. Seperti aksi unjuk rasa yang digelar Forum Perjuangan Buruh (FPB) Halmahera Tengah di area PT. IWIP pada 1 Mei 2020. Di mana dalam aksi itu massa menuntut perusahaan agar menerapkan sistem kerja dari 12 jam dikurangi menjadi 8 jam.

Massa aksi juga menyuarakan kasus kecelakaan kerja, dan katanya ada kriminalisasi terhadap buruh, kasus PHK sepihak, upah pokok bagi buruh yang dijeda juga tidak dibayarkan, dan kebijakan sepihak berupa memo yang merugikan buruh, serta kasus-kasus lainnya yang merugikan buruh.

Namun empat tahun terakhir, aksi unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi di lingkungan perusahaan sudah tak lagi ada ruang. Sebab, perayaan Hari Buruh yang menjadi momentum menyampaikan aspirasi, sudah dirayakan secara formal oleh pihak perusahaan lalu diisi dengan pelbagai sambutan dari atasan perusahaan.

Dan dalam suasana itu, bila siapa bersuara, siap-siap ia dipecat.

“Karyawan tidak lagi bisa menyiapkan aspirasi melalui unjuk rasa di area perusahaan,” katanya.

Fenomena gunung es

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate, Muhammad Tabrani angkat bicara terkait rangkaian peristiwa kecelakaan kerja yang terjadi di PT. IWIP. Menurutnya yang terlihat dipermukaan hanya “seujung kuku” ibarat fenomena gunung es. Dimana peristiwa yang berulang menunjukan adanya unsafe condition (kondisi kerja yang tidak aman) bagi tenaga kerja di tempat kerja selama ini.

Hal itu disebabkan, baik dari pihak perusahaan selaku pemberi kerja maupun dari pihak Disnaker (pemerintah) selaku regulator dan pengawas, tidak menjamin keamanan dan keselamatan pekerja.

Padahal segala kegiatan itu untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi tanggungjawab perusahan selaku pemberi kerja. “Pihak perusahaan harus punya pengawas dan keselamatan kerja internal untuk itu,” tegasnya.

Baca Juga:  Rakor Bersama Kementerian ATR/BPN, Ini Tuntutan Wali Kota Ternate

Tabrani yang juga sebagai praktisi hukum itu menjelaskan, dalam UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sudah diatur syarat-syarat keselamatan kerja untuk mencegah dan mengurangi kecelakan, dengan memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. Ihwal urusan keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, termasuk di usaha pertambangan, ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Pihak Disnaker selaku regulator dan pengawas selama ini, menurut Tabrani, tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya sehingga kecelakaan kerja terus terjadi di IWIP. Tidak ada langkah tegas yang dilakukan, padahal kecelakaan kerja merupakan temuan dari dugaan tindak pidana ketenagakerjaan, tapi ketika berhadapan dengan IWIP, pemerintah seperti “macan ompong”.

Plang peringatan kecelakaan di PT IWIP. Foto: Galim/cermat

Disnaker Provinsi Malut, kata ia, sudah seharusnya mengambil langkah tegas berupa penyelidikan tanpa perlu ada pengaduan tapi atas temuan langsung di lapangan. Karena dalam regulasi juga sudah menyiapkan ruang untuk pemerintah melakukan penerapan sanksi pidana terhadap yang melakukan pelanggaran di bidang ketenagakerjaan. Hal ini sebagaimana Pasal 183 sampai dengan Pasal 189 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003. Sanksi pidana tersebut berupa sanksi pidana penjara, kurungan, dan denda.

“Sedangkan penerapan sanksi administrasinya, terdapat dalam Pasal 190 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 dengan tingkat pelanggarannya seperti teguran, pembatasan, pembekuan bahkan penghentian sementara seluruh alat produksi,” tandasnya.

IWIP bantah peningkatan kecelakaan kerja

Dikonfirmasi, Communication Manager PT. IWIP Setya Yudha Indraswara mengaku keberatan dengan posting foto atau video kecelakaan di lingkungan kerja PT. IWIP ke media sosial. Hal tersebut menurutnya melanggar norma kepantasan (kesusilaan, red) dan etika. Di sisi lain, sambung ia, perbuatan tersebut akan sangat menyakiti perasaan keluarga korban.

“Kami senantiasa mensosialisasikan agar setiap karyawan terhindar dari pelanggaran seperti ini. Terhadap hal ini, kami senantiasa bersikap tegas. Karyawan yang melakukan pelanggaran akan mendapatkan sanksi sesuai peraturan perusahaan, dan kami serahkan kepada pihak yang berwajib,” tegasnya.

Ia juga membantah adanya peningkatan kasus kecelakaan kerja. Menurutnya kecelakaan kerja pada dasarnya disebabkan tiga faktor, yaitu manusia, alat, dan lingkungan. Faktor manusia berupa tindakan tidak aman yang dilakukan oleh manusia sendiri, seperti melanggar peraturan atau standar operasional prosedur (SOP). Termasuk kurang kesadaran dari para pekerja dan keterbatasan keterampilan kerja.

Sementara faktor alat, yaitu keadaan tidak aman dari alat yang disebabkan oleh peralatan atau mesin disekitar area kerja. Lalu, faktor lingkungan, berkaitan dengan kondisi yang tidak aman seperti kondisi jalan maupun kondisi cuaca.

“Untuk meminimalisir faktor-faktor risiko tersebut, perusahaan telah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang bertujuan mewujudkan Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkup perusahaan,” pungkasnya.

—–

Penulis: Ghalim Umabaihi