News  

KPK: Perkuat Pengawasan Rawan Korupsi di Sektor SDA

Rakor KPK. Foto: Istimewa

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan komitmen KPK untuk memperkuat tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kementerian/lembaga (K/L) dalam melakukan pengawasan di area-area yang memiliki titik rawan korupsi khususnya terkait sektor Sumber Daya Alam (SDA).

Demikian disampaikannya dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Kolaborasi Tinjauan Tata kelola Industri Pertambangan Nikel di Ternate, Maluku Utara, Selasa, 9 November 2021.

Menurutnya, salah satu alasan KPK fokus pada sektor SDA adalah karena potensi penyimpangannya sangat besar. Selain itu, katanya, titik lemah dalam rangka penyelamatan SDA di berbagai sektor adalah terkait dengan penegakan hukum. Mulai dari perpajakan, bea cukai, hingga retribusi daerah.

“Ini fakta. Kita pahamlah semuanya. KPK hadir sebetulnya untuk memperkuat tupoksi Bapak/Ibu semua, sepanjang kehadiran KPK dapat membuat pihak-pihak yang sering melakukan intervensi dapat merasa gentar,” ujar Alex.

Untuk itu, Alex mengajak semua pihak yang hadir agar bekerja sama memikirkan penyelamatan SDA. Ia juga menyampaikan bahwa KPK tidak dapat hadir setiap saat di lapangan, sehingga KPK berharap mendapatkan lebih banyak informasi potensi korupsi dari para peserta yang lebih sering ada di lapangan. Dia mencontohkan, misalnya terkait dugaan gratifikasi kepada oknum staf atau petugas Aparat Penegak Hukum (APH) yang bertujuan memperlemah pengawasan.

“Setidaknya ketika staf, petugas atau APH menerima sesuatu supaya pengawasannya lemah, gak jalan. Menerima sesuatu itu gratifikasi. Apalagi dia menerima sesuatu disertai melakukan penyimpangan, jelas itu penyalahgunaan kewenangan,” tegas Alex.

Terkait pajak yang tidak dibayarkan, Alex juga menyampaikan bahwa sudah ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang KPK dorong untuk dicabut karena melanggar ketentuan. Dirinya prihatin, bagaimana mungkin ada pihak yang mengambil kekayaan alam, tetapi tidak mau membayar pajak. Dia juga menyayangkan hak masyarakat yang hilang karena pihak-pihak yang tidak membayar pajak.

Baca Juga:  Cuaca Buruk, Warga di Kepulauan Sula Diimbau Waspada saat Beraktivitas di Laut

“Harapan kita SDA bisa mensejahterakan kita, tapi dalam banyak kasus masyarakat yang tinggal di sekitar tambang eksplorasi selalu hidup dalam kemiskinan. Kami mendorong keprihatinan ini untuk dapat kita carikan solusi bersama,” pinta Alex.

Lebih lanjut, Alex memaparkan berbagai permasalahan dalam tata kelola nikel. Pertama, katanya, tidak konsistennya kebijakan peningkatan nilai tambah nikel, sehingga memberi insentif terjadinya ekspor illegal. Kedua, lanjutnya, tidak adanya indikator kinerja utama dalam pembangunan smelter mengakibatkan lemahnya sistem penilaian dan monitoring evaluasi pembangunan smelter.

Masalah ketiga, kata Alex, lemahnya sistem verifikasi pengangkutan dan penjualan komoditas nikel karena dalam Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) Badan Usaha tidak mencantumkan titik koordinat dan titik serah penjualan.

“Dan, keempat, belum terintegrasi secara realtime sistem yang ada di internal Ditjen Minerba, maupun dengan sistem eksternal DJBC, Ditjen Anggaran, Ditjen Hubla, dan Ditjen Daglu,” terangnya.

Selain itu, sambungnya, aktivitas pertambangan nikel juga belum mengindahkan prinsip good mining practices. Sehingga, katanya, masih ditemukan fakta kerusakan lingkungan di sekitar kawasan pertambangan.

“Oleh karena itu, saya berharap rakor hari ini dapat menjadi jalan perbaikan tata kelola dan efektifitas penegakan hukum di komoditas nikel Indonesia. Sehingga, amanat konstitusi untuk melakukan pengelolaan yang bermuara pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat terwujud,” tutup Alex

Sementara itu, Inspektur Jenderal Kementerian ESDM Prof Akhmad Syakhroza memaparkan materi perihal pengelolaan SDA dilihat secara global context dalam menata SDA. Hasil Survey of Mining Companies 2020, Indonesia dengan skor 44,32, katanya, berada pada ranking 74 dari 77 negara yang disurvei. Menurutnya, daya tarik investasi Indonesia 5 besar paling bawah yang artinya tidak menarik.

“Policy kebijakan yang kita buat sekarang kurang berkualitas. Di mana masalahnya? Kenapa orang-orangnya cerdas, pintar tapi kok inovasinya rendah? Suruh ngelola ga bisa, ga inovatif. Berarti ada sesuatu. Bukan pada kapasitas orangnya. Tapi peluang untuk menggunakan kapasitas itu,” ujar Syakhroza.

Baca Juga:  23 ASN di Halteng Belum Update PDM, Terancam Diblokir

Dalam konteks Good Governance, syakhroza berpendapat seharusnya secara tegas dipisahkan antara unit yang melaksanakan tugas fungsi organisasi atau K/L dan unit yang mengawasi. Tidak boleh unit pelaksana merangkap sebagai unit pengawas. Begitu juga, unit pelaksana tidak boleh merangkap sebagai unit pelaksana penegak hukum.

Lebih lanjut, Prof Syakhroza mengusulkan rekomendasi perbaikan tata kelola nikel. Pertama, penyempurnaan regulasi yang ada terkait dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) pembangunan smelter dan realtime. Kedua, RKAB yang diajukan oleh BU ke Ditjen Minerba wajib mencantumkan titik koordinat rencana produksi dalam IUP yang dimiliki dan titik serah penjualan.

“Ketiga, perbaikan sistem E-Minerba yang realtime dan terintegrasi baik di internal Ditjen Minerba seperti untuk RKAB, Minerba One Data Indonesia (MODI), Minerba One Map Indonesia (MOMI), Wakil Pemerintah sebagai saksi pada Titik Serah, dan PNBP. Untuk Eksternal untuk Ditjen Bea Cukai, Ditjen Anggaran, Ditjen Perhubungan Laut–Syahbandar, dan Ditjen Daglu serta Bank,” ujarnya.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut penandatanganan Komitmen Bersama pada 18 Desember 2019 dan bagian dari program peningkatan kapasitas koordinasi penegakan hukum di Sektor SDA. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mendorong pelibatan partisipasi aktif masyarakat sipil dan media lokal serta nasional untuk memonitor penanganan kejahatan SDA.

Penandatanganan Komitmen Bersama saat itu melibatkan para penegak hukum dan PPNS dari 11 Kementerian/Lembaga yakni Kejaksaan, Kepolisian, PPNS PPATK, PPNS Dirjen Gakkum, KLHK, PPNS Dirjen Perkebunan, Kementan, PPNS ATR/BPN, PPNS Kemen ESDM, PPNS KKP, PPNS Dirjen Pajak Kemenkeu, PPNS DJBC, PPNS KPPU, dan Penyidik OJK. (SAR)

Penulis: Sansul S