Aktivitas penambangan pasir di Pulau Morotai, Maluku Utara, kini makin sering terjadi. Kerukan pasir berskala besar ini pun berdampak serius terhadap lingkungan warga sekitar.
Seperti di kawasan Bendungan Desa Tiley Kusu, Kecamatan Morotai-Selatan- Barat, Pulau Morotai. Di sana, operasi tambang pasir sejak 2023 telah merusak bibir sungai di sekitar bendungan.
Kru cermat memantau kondisi dampak dari penggalian pasir tersebut yang telah merugikan lingkungan sekitar.
Rasido Daeng Sewang, warga Desa Tiley Kusu, melaporkan bahwa sebelum ada aktivitas galian pasir, jalan tani mereka masih bagus, “tapi sekarang sudah rusak parah,” ujarnya.
Warga lainnya, Nuralaila boke, juga mengeluhkan hal yang sama, “kami berharap ada perhatian serius dari pemerintah, entah perbaikan atau apa,” ujarnya.
Sementara Sekretaris Desa, ILham Abdullah, ditanya soal kerja sama pihak perusahaan dengan Desa Tiley, mengaku tidak mengetahui.
Bahkan terkait izin operasi yang berupa dokumen lingkungan pun ILham mengatakan pihaknya tidak mengetahui sama sekali, entah ada izin atau tidak. Ia mengaku tak pernah dilibatkan.
Kepala Desa Tiley Kusu, Suharto, saat diwawancara awak media pada hari senin tanggal 6 kemarin, mengaku pihaknya belum mengetahui seberapa besar kerusakan bibir sungai tersebut
Selain itu, terkait izinnya, Harto mengaku tidak mengetahui entah berupa UPL/UKL maupun Amdal, karena penggalian tersebut sudah menggunakan alat berat berupa ekskavator.
Ditanya perusahaan apa, Suharto mengatakan PT. Labarosco yang sudah beroperasi sejak tahun 2023 dan membayar ke desa sebesar Rp5000 per dam atau per ret.
Jadi sudah kurang lebih Rp10.000.000 juta uang yang masuk ke Desa Tiley, dan saya langsung berikan ke pihak pengurus rumah ibada, karena saya sampaikan juga di Masjid.
Kalau berkaitan dengan harga per ret itu, pihak Perusahaan dengan pemilik lahan, yaitu satu Dam truk senilai Rp25000, dan Rp5000 masuk ke Desa.
Harto menambahkan, dulu mereka pernah buat surat keterangan atau izin dari desa, hanya saja sudah lupa, selain itu saya sudah tidak tahu.
Bahkan ia katakan, pihak kecamatan entah ada koordinasi atau izin juga saya tidak tahu. “Dan itu terkait izin mereka katakan ulang-ulang, itu urusan mereka,” tutupnya.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pulau Morotai, Siti Samiun Maruapey saat dikonfirmasi mengaku sedang berada di luar daerah.
Beberapa kali dikonfirmasi dari deretan masalah galian C, sampah, namun dirinya tak menggubris konfirmasi wartawan.