“Kusubibi ini bergelimang emas, tapi air bersih begitu susah. Torang (kami) harus jalan kaki 1 kilometer untuk mendapatkan air bersih,” kata Umar (bukan nama sebenarnya).
Umar lahir dan besar di Desa Kusubibi, Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara, 28 tahun silam. Desa yang berada di barat pulau Bacan ini mendapat mubarak yang begitu melimpah dengan hadirnya tambang emas ilegal sejak akhir 2019.
Di tengah-tengah kelimpahan emas yang begitu besar, masyarakat Kusubibi harusnya mendapatkan kualitas hidup yang baik. Paling tidak, dapat mengakses sumber air bersih dengan mudah.
Faktanya, warga harus berjalan jauh untuk memperoleh air bersih yang layak. “Kalau bukan ambil air pake gerobak, ya, pikul. Syukur-syukur kalau ada kendaraan,” kata Umar.
“Tambang emas sudah tiga tahun berjalan. Tapi sampe sekarang air bersih saja tarada,” tambah Umar dengan kesal karena potensi desa tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah desa.

Umar tinggal bersama istri dan dua anaknya. Mereka menempati rumah tiang yang berada tepat di bibir pantai, berjarak 1 kilometer dari sumber air.
Sebagai kepala keluarga, Umar merasa bebannya bertambah karena harus mengangkut air setiap Minggu. Belum lagi, ia harus berburu penumpang untuk mendapatkan uang selaku ojek pangkalan.
Saya bertemu Umar pada Minggu, 29 April 2023 malam di rumahnya yang saat itu tengah sibuk memperbaiki Galampa (teras rumah bagian belakang) ditemani kopi ABC Mocca dan sebatang rokok Surya menempel di bibir.
Di atas lantai berpapan itu, ada martir juga gergaji. Paku dan beberapa gelas kotor berserakan. Empat balok kayu dan lima lembar papan yang baru ia angkut turut menyita luas Galampa.
Di ruang tengah rumahnya, terdapat delapan buah jeriken berukuran 25 liter dan satu buah drum plastik berkapasitas 150 liter yang digunakan menampung air bersih–berdiri tepat di sudut ruangan. Anaknya yang bungsu sedang merengek saat ia keluhkan kesusahan air minum di desanya.
“Potensi desa pe basar di dara kong pemerintah desa atur bae-bae dari dulu tong tara repot deng tara akan susah air macam bagini,” celetuk Umar sambil membujuk anaknya.

Menurut Umar, pendapatan Desa Kusubibi dari hasil tambang nyaris mencapai miliaran rupiah dalam setahun. Namun semuanya raib tanpa bukti. “Hasil pe basar di dara tarada depe bukti. Me air saja musti tong ba angka baru bisa minum ini,” tambah pria berambut hitam lurus itu.
Umar termasuk salah satu warga Kusubibi yang masih ringan mendapatkan air bersih. Berkat sepeda motor peot miliknya, ia dapat mengangkut air dengan gampang. Paling tidak, delapan jeriken dan sebuah drum penampung air minum bisa terisi penuh dalam sehari.
“Satu hari ni bisa kase ponong ceriken deng drum. Tapi kalau tong sibuk bagaimana? Kita pe bini selalu ba cuci pakaian di air kali jadi kita musti urus anak-anak. Kadang, pulang ba ojek lalah-lalah, bolom me istirahat so pigi angka air,” katanya.
Umar mengaku kalau ia dan istri tidak pernah mandi di rumah. Kesulitan air bersih membuat mereka terpaksa harus mandi di sungai setiap hari.
“Pokoknya setiap sore tong kadara mandi di kali. Air ini lebih banyak tong pake cuci baras deng momasa” tandas pria memasuki usia 30 tahun itu.
Selain Umar, warga yang lain juga menuturkan hal serupa. Ambar, misalnya, selama tambang emas dibuka dengan hasil yang begitu besar, sekelas air bersih teramat sulit ia nikmati. Kata orang-orang di desa ini, air sudah seperti “emas”. Susah. Harus diderek dari sungai.

Sebelum tergabung dalam struktur pemerintahan desa, kesehariannya berkutat di pelabuhan sebagai buruh pikul. Motor satu-satunya yang ia andalkan harus naik dok dan tak bisa digunakan mengangkut air dalam setahun terakhir.
“Sekarang ini modal pinjam. Motor rusak gerobak me tarada. Kalau air minum menipis ya, sabar saja,” tuturnya.
Saat ditemui di rumahnya pada 8 Mei 2023, Ambar mengaku sudah beberapa hari kekeringan air minum dan belum sempat ia angkut. Ia juga sudah berulang kali tenang menghadapi sang istri yang kadang besar suara kalau air minum menipis.
Di rumah dua kamar itu, Ambar tinggal bersama istri dan anaknya. Dapur rumah dilengkapi dengan enam jeriken dan dua ember penampung air. Benda anti banting ini masuk dalam daftar barang penting keluarga.
Dalam dua bulan terakhir, Ambar mengaku agak sedikit ringan dengan kebutuhan air karena sudah menyedot dari sumur sekalipun tidak bisa dikonsumsi.
“Biar air sumur tong tara minum, tapi bisa kase kurang beban. Cuci piring, bera deng mandi so gampang karena ada air sumur dekat-dekat,” tandas pria yang ingin namanya disamarkan.

Di lain pihak, Fajar (50) juga mengeluh. Ia mengaku tidak saja kesulitan air bersih untuk konsumsi dan mencuci, tapi kebutuhan BAB (buang air besar) saja musti diangkut dari sumur. Bahkan memanfaatkan air hujan.
“Bera tara boleh pake air yang tong angkat dari sungai. Harus dari sumur. Kalau tarada, ya, tong tadah air hujan,” katanya.
Sebelum tahun 2019, Fajar tinggal di pesisir pantai yang memanfaatkan air masin untuk kebutuhan sanitasi. Terlebih lagi, tempat BAB yang sering mereka gunakan masih memanfaatkan kakus swadaya masyarakat. Bila kehabisan air bersih yang dikonsumsi, ia tinggal mengangkutnya di muara sungai menggunakan ketinting atau mengandalkan perahu sampan.
Sayang, sejak tambang emas dibuka, air di muara sungai sudah tidak bisa dimanfaatkan karena tercemar merkuri hasil mengolah emas.
“Kalau pake katinting deng perahu tong bisa satu kali muat lebih dari 10 jeriken. Tapi sekarang so tara bisa. Muara sungai so tercemar,” kata Fajar pelan.
“Sekarang saya so bergeser dari pantai,” lanjut Fajar. “Jadi ambe air minum harus pinjam orang lain pe gerobak. Sedangkan kebutuhan BAB harus angka di sumur atau pake air hujan,” tutup Fajar dengan dialek Galela yang kental.

Bila dibandingkan dengan desa-desa tetangga, Kusubibi yang memiliki potensi desa masih ketinggalan jauh dalam sisi pemenuhan kebutuhan air bersih.
Desa Marituso, misalnya, air bersih sudah mereka peroleh dari rumah. Warga tidak lagi bersusah-payah mengangkut air dengan ketinting.
“Air di Marituso tu tinggal putar kran saja langsung bajalang. Dalam rumah lagi,” kata salah satu warga Marituso, Pulau Kasiruta, Halmahera Selatan, Maluku Utara, yang tak mau namanya disebutkan.
“Beberapa tahun lalu torang memang ambe air pake ketinting deng perahu. Tapi sekarang air so bajalang dalam rumah karena pipa so masong,” tambah pria yang bekerja sebagai penambang emas di Desa Kusubibi.
“Torang pe desa yang tarada apa-apa saja bisa nikmati air bersih dengan mudah kong ngoni yang ada tambang tara bisa? Depe salah di mana?” tutup pria itu begitu berpapasan pada Selasa, 09 Mei 2023 malam di rumah salah warga Kusubibi.
Penulis: Rajulan Ambo
Editor: Ghalim Umabaihi