News  

Oknum Polisi Polda Malut Diduga Hamili Seorang Perempuan, Kini Ditinggalkan

Kantor Polda Maluku Utara. Foto: Samsul/cermat

Nasib malang menimpa perempuan berinisial EL (24 tahun), asal Desa Jati, Kecamatan Kao, Halmahera Utara, yang menuntut keadilan kepada Polda Maluku Utara.

EL menuntut keadilan lantaran salah satu anggota Polda Malut, berinisial HSK alias Hendrik, lari dari tanggung jawab usai menghamilinya. Keduanya bahkan telah memiliki seorang anak berusia satu tahun 10 bulan.

Hubungan keduanya diketahui bermula sejak Oktober 2021 lalu. Setelah perkenalan itu, beberapa bulan kemudian, El pun hamil.

Mengetahui EL hamil, HSK lantas mendatangi keluarga EL tepatnya pada Januari 2022 dengan alasan ingin bertanggung jawab.

“Pada tanggal 24 Januari, EL ini dipanggil ke Makobrimob Sofifi katanya untuk berkenalan, agar atasannya tau kalau EL ini calon istri dari HSK,” ungkap El melalui pendamping hukumnya, Lukman Harun dari LBH Marimoi, Selasa, 6 Februari 2024.

Lukman menyebut setibanya EL dan keluarganya di Makobrimob, EL bukannya diperkenalkan kepada atasan malah diduga dipermalukan oleh HSK.

Tidak terima atas perlakuan tersebut, EL kemudian mendatangi Makobrimob Ternate di Kelurahan Akehuda untuk mengadukan hal ini kepada atasan HSK.

“Atasan HSK kemudian memediasi pertemuan antara EL dan HSK. Namun dalam mediasi tersebut HSK mengatakan bahwa dirinya tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan EL,” kata Lukman.

Setelah mediasi tidak menemui kata kesepakatan, EL bersama keluarganya  pada tanggal 15 Februari 2022 mendatangi Propam Polda Malut untuk membuat laporan.

Setelah laporan itu dibuat, berselang 4 bulan kemudian tepatnya tanggal 22 Juni 2022 sidang kode etik pertama dilakukan.

Dalam sidang tersebut, majelis etik sebelum membacakan putusan, terlebih dahulu majelis memberikan kesempatan waktu kepada HSK  selama 5 hari untuk melakukan pendekatan kepada EL dan keluarganya.

“HSK kemudian datang bersama keluarganya namun keluarga EL menolak. Di keesokan harinya setelah penolakan pertama, HSK kembali datang bersama ayah angkatnya yang bertugas di SPN Sofifi untuk meminta kesempatan kepada EL dan keluarga. Keluarga EL kemudian menerima etikat baik dari pelaku dengan memberikan kesempatan kepada HSK,” tuturnya.

Baca Juga:  Majelis Hakim Tolak Eksepsi 2 Terdakwa dalam Kasus Suap Eks Gubernur Maluku Utara

Setelah itikad baik pelaku diterima oleh EL dan keluarganya. Pada tanggal 28 Juni 2022 sidang kode etik tersebut kembali dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis etik.

Dalam isi putusan yang diterima EL melalui pesan Watssapp majelis etik memutuskan bahwa, 1. Sebagai perbuatan tercela 2. Mutasi demosi selama 3 tahun 3. Minta maaf secara lisan di Dinas Kepolisian.

Dan tambahan harus menikah dan tanggung jawab. Kemudian buat pernyataan tidak mengulangi perbuatan tersebut. Apabila perbuatan itu dibuat lagi maka risikonya adalah  Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Namun, usai sidang pembacaan putusan selesai, HSK tak lantas langsung menikahi EL sesuai dengan isi surat pernyataan yang dia buat. HSK malah mengulur waktu sekitar 10 bulan mulai dari bulan Juli 2022 sampai 11 Mei 2023.

“Setelah 10 bulan itu baru EL ini dinikahi oleh HSK tapi baru Sidang Badan Pembantu Penasihat Perkawinan Perceraian dan Rujuk (BP4R) atau Sidang Nikah Dinas di Polda Maluku Utara. Dan Sesuai dengan ketentuan setelah Sidang Nikah Dinas itu dilakukan seharusnya terhitung 6 bulan setelah Sidang Nikah Dinas dilakukan seharusnya dilangsungkan pernikahan secara agama dan catatan sipil,” jelasnya.

Akan tetapi, HSK tidak melakukan apa yang menjadi putusan dalam hasil putusan majelis etik di tanggal 28 Juni 2022. Melainkan, 1 minggu setelah pertemuan terakhir EL dan HSK di tanggal 14 Mei 2023 pelaku kemudian menghilang dari korban dan tidak memberikan nafkah apapun kepada korban, baik itu nafkah lahir maupun batin.

“Dan beredar kabar di luar katanya pelaku sudah memiliki perempuan lain, yang dibuktikan dengan bukti chat dari beberap teman korban, tak hanya itu di bulan yang sama untuk lari dari tanggung jawab HSK kemudian pindah agama. Hal itu dibuktikan dengan sebuah rekaman video yang diterima oleh EL,” terangnya.

Baca Juga:  Gerakan Pangan Murah Merdeka, Cara Pemda Morotai Menekan Inflasi

Mendapati hal itu, di tanggal 19 Juni 2023 EL dan keluarganya kemudian mendatangi SPKT Polda Malut untuk membuat laporan yang ke 2.

Hal itu dilakukan karena, EL dan pihak keluarga merasa ditipu oleh HSK lantaran HSK tidak menjalankan hasil putusan majelis etik yaitu menikahi korban secara agama dan catatan sipil melainkan mengilang tanpa memberikan nafkah.

Setelah melakukan pengaduan ke SPKT, SPKT kemudian menerbitkan STPL dengan nomor: STPL/29/VIII/2023/Yanduan tertanggal pada 18 Agustus 2023 yang di tandatangani oleh Bamin Subbagyanduan, Khairul Ichwan. Kemudian dari SPKT, EL dan keluarganya diarahkan ke Propam Polda Malut.

Di Propam Polda Malut EL dan keluarganya kemudian membuat laporan perihal pencemaran nama baik dan tindakan tidak bertanggungjawab dari pelaku.

Selanjutnya di tanggal 18 September 2023 korban diminta untuk menghadap ke bagian Wabprof Polda Malut untuk menjalani proses pemeriksaan.

Berselang 4 bulan tepatnya di 31 Januari 2024 sidang kode etik kemudian dilakukan. Dalam sidang yang berlangsung selama 1 hari itu, majelis etik sebelum pembacaan putusan, mejelis etik terlebih dahulu memberikan pertanyaan kepada pelaku, EL, HSK serta para saksi.

Dari pihak EL ketika ditanyai oleh majelis etik yang berbunyi ‘apakah saudari EL masih mau bersama dengan saudara SHK atau tidak’, EL kemudian menjawab bahwa dirinya sudah tidak menerima HSK lagi. Dengan alasan, karena HSK sudah sudah bedah agama dengan EL.

“Pelaku baru pindah ke agama lain, lalu mau balik lagi ke agama sebelumnya. Jangan karena ingin lepas dari tanggung jawab dan mencari pembenaran lantas agama  sebagai alat untuk melindungi dirinya, karena alasan itulah saya menolak. Dan yang kedua pelaku sudah bedah agama dan tidak mungkin saya ikut untuk pindah agama,” terangnya.

“Awalnya ketika kita sidang nikah dinas atau BP4R pelaku masih satu agama dengan saya, tapi kemudian dia menghilang tanpa ada kabar dan nafka. Setelah itu dia pinda agama, terkesan saya yang di pojokan untuk harus memilih dalam masalah ini,” sambungnya.

Baca Juga:  Disiplin Paskibraka Pulau Taliabu Jadi Fokus Pemda

Sebelum pembacaan putusan oleh majelis etik, majelis etik kemudian mananyakan kepada HSK apakan HSK ingin bertanggung jawab atau tidak.

Sebab kata majelis etik, jangan kerana pelaku sudah tidak seagama dengan EL lantas kemudian HSK lari dari tanggung jawab.

HSK kemudia menyatakan diri bersedia bertanggung jawab kepada EL. Setelah itu, majelis etik kemudian membacakan putusan kepada HSK berupa mutasi bersifat demosi selama 8 tahun.

Menanggapi hal tersebut, Pendamping Hukum EL dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi Lukman Harun mengatakan, bahwa pihak EL dan keluarganya sangat tidak puas dengan putusan yang dibacakan oleh majelis hakim.

“Ya kami tidak puas dengan putusan kedua yang di putus pada tanggal 31 Januari kemarin, Sebab EL sebagai korban tidak mendapatkan kepastian Hukum dan juga keadilan,” jelas Lukman.

Padahal, kata Lukman, tindakan dari  HSK ini jika dilihat dalam perkapolri 14/2011 pasal 11 huruf c yang berbunyi, Setiap Anggota Polri wajib: menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum.

“Kasus ini sudah cukup jelas, sudah ada sanksi, bahkan 2 kali. Namun ternyata sanksi yang dijatuhi kepada HSK tidak memberikan keadilan bagi EL. Apalagi menurut pihak kepolisian, kasus ini tidak bisa lagi di proses pidana, melainkan disuruh untuk gugatan perdata, ini keadilannya dimana?,” tanya Lukman

Lukman bilang, kalau hanya sanksi mutasi yang bersifat demosi itu, dampaknya kepada pelaku saja, tapi untuk korban dan anaknya apa.

“Keadilan dan Perlindungan hukum untuk si anak, bagaimana? LBH meminta Kapolda Malut, agar memberi perhatian atas kasus ini. Oknum-oknum yang tidak menghormati perempuan, yang melakukan kekerasan terhadap perempuan, sebaiknya di pecat dengan tidak hormat, bukan hanya di mutasi,” pungkasnya.

——-

Penulis: Muhammad Ilham Yahya

Editor: Rian Hidayat