Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah pejabat di Maluku Utara tengah memantik perhatian publik.
Dalam OTT tersebut, KPK menjaring Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba dan belasan pejabat lain, pada Senin, 19 Desember 2023.
Mengenai hal itu, Akademisi Unkhair Ternate, Muhammad Tabrani menjelaskan, OTT KPK merupakan hal yang biasa dilakukan selama ini.
Ia menyebut, operasi senyap ini merupakan kewenangan KPK yang diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHP jo. 12 ayat 1 huruf a dan Pasal 38 UU No.30 Tahun 2002 telah mengalami perubahan yang tercantum dalam UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“OTT menurut saya sangat efektif untuk membuktikan kejahatan yang sulit dicari pembuktiannya, termasuk kejahatan tindak pidana korupsi,” kata Tabrani saat dihubungi cermat, Selasa, 19 Desember 2023.
Tabrani menuturkan, dalam operasi tangkap tangan, seseorang yang terbukti melakukan transaksi gelap biasanya langsung dibuktikan dengan barang bukti di lokasi kejadian.
“Dan selama ini jika KPK sudah melakukan OTT sangat sulit lepas, karena OTT terlebih dahulu dilakukan tindakan penyadapan sebagaimana diatur dalam pasal 12 ayat 1 huruf a UU KPK. Tindakan yang dilakukan KPK ini harus diberikan apresiasi oleh publik,” terangnya.
“Tinggal publik menunggu hasil pemeriksaan KPK seperti apa terhadap pihak-pihak yang kena OTT, sejauh mana peran masing-masing dan tanggung jawab masing-masing? Kita tunggu saja hasil penyidikan KPK,” sambungnya.
Selain itu, kata Tabrani, pengeledahan dan penyegelan yang dilakukan KPK adalah salah satu kewenangan yang dimiliki KPK dalam menyidik perkara-perkara tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU KPK dan penjelasannya.
Segala tindakan dan kewenangan KPK dalam rangka penyidikan termasuk melakukan penggeledahan dan penyitaan dilakukan berdasarkan KUHAP dan Pasal 38 jo. 39 UU KPK.
“Jika ada pihak yang merasa bahwa tindakan penggeledahan dan penyegelan itu tidak sah, silahkan ajukan praperadilan untuk menguji hal itu, nanti pengadilan yang menilai apakah tindakan KPK itu sah atau tidak,” jelas Tabrani.
Menurut dia, ada kemungkinan pihak yang terjaring OTT dikenakan pasal tentang delik pemberian sesuatu/janji (penyuapan).
“Pasal suap ini dalam UU Tipikor banyak jenisnya, ada Pasal 5 ayat 1, Pasal 5 ayat 2, Pasal 13, Pasal 12 huruf a dan b, Pasal 11, Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b, Pasal 6 ayat 2, atau Pasal 12 huruf c dan d. semua pasal suap itu merupakan delik-delik yang diadopsi dari Pasal-pasal dalam KUHP,” papar praktisi hukum tersebut.
Kemungkinan lain menurut Tabrani adalah dikenakan delik benturan kepentingan dalam pengadaan yang diatur dalam pasal 12 huruf I UU Tipikor. Adapun delik gratifikasi yang diancam dengan Pasal 12B jo. Pasal 12C UU Tipikor.
“Tetapi itu prediksi saja. Semua kembali kepada penyidik berdasarkan temuan dari hasil penyidikan kepada pihak-pihak yang kena OTT,” pungkasnya.
——–
Penulis: Muhammad Ilham Yahya
Editor: Rian Hidayat Husni