PELAJARAN DARI BINTARO

Moksen Sirfefa

Oleh: Moksen Idris Sirfefa

Saya punya dua cerita tentang kematian dari Bintaro. Pada suatu sore di tahun 2015, tanpa sengaja saya bertemu dengan saudara Andi Yusuf Hakim di Bintaro Plaza. Andi dan saya sama-sama dari Fakfak. Ia lulusan fakultas hukum UII Yogya. Kedekatannya dengan para aktivis muda Papua yang bermarkas di Bendungan Hilir (Benhil) kawasan Sudirman begitu intensif dan dia dipandang seorang pemompa semangat dan inspirator bagi anak-anak Papua di markas Benhil, Jakarta.

Kami ngopi di Starbucks Bintaro yang waktu itu tidak terlalu ramai pengunjungnya. Cerita ngalor-ngidul tentang Papua, dinamika Otonomi Khusus (Otsus) hingga gerakan separatisme. Pas mendekati magrib, kami bubar dan masing-masing kembali ke rumah. Sekitar dua jam kami berpisah, saya diberitahu via Whatsapp dari seorang rekan bahwa saudara Andi telah berpulang. Seakan tak percaya atas berita ini, saya cek ke beberapa rekan dan mereka mengiyakan. Saya mendatangi alamatnya di Bintaro dan ternyata benar, tubuh yang dua jam lalu bercerita penuh semangat itu telah terbujur kaku.

Hal yang sama terjadi kemarin pagi menjelang siang. Saya memposting video musik dan biografi penyanyi Faouziah di WAG KahmiProPolitik. Faouziah adalah penyanyi muda berbakat kelahiran Maroko tahun 2000 yang pindah ke Kanada di usia satu tahun. Bukan hanya menyanyi tapi dia juga jago menulis lagu. Penyanyi yang menguasai bahasa Inggris, Perancis dan Arab ini beberapa kali berkolaborasi dengan penyanyi Amerika lainnya seperti David Guetta dan John Legend. Lagu yang saya postingkan di WAG KahmiProPolitik yang digawangi oleh saudara M. Ichsan Loulembah (Ichan) adalah duet Faouziah dengan John Legend berjudul Minefields. Sebagaimana lagu sebelumnya, RIP Love, lagu Minefields pun moncer di kalangan netizen dan penikmat musik.

Baca Juga:  Puisi Moti dan Mimpi Perubahan

Postingan saya di WAG kemarin pagi (pk. 06.25) ditanggapi Ichan, “Kalau tetap di negeri orang tuanya, bakatnya akan tenggelam” (pk. 09.17). Saya jawab, “iya” (pk. 09.19). “Iklim di negara Barat/sekular lebih kompetitif dan bagus,” sambung Ichan (pk. 09.21). Saya langsung membalas dia dengan mengirim sebuah foto yang saya caplok dari internet. Yaitu foto seorang cewek berhijab bernama Devina Alifah (entah nama asli atau nama medsos) yang sedang berdiri di tepi sungai dengan caption “Hai Mas… Di desaku airnya dingin banget, aku suka menggigil kalau lagi mandi”. Saya postingkan di grup untuk membalas Ichan yang memuji “iklim” di dunia Barat. Saya tambahkan kata-kata di postingan foto tadi dengan kalimat: “Iklim di sini lebih bagus, Chan” (pk.09.25) dan Ichan pun memberi tanda “jempol” pada jawaban saya (pk. 09.27). Pada pukul 11.54, rekan grup, Arya Fernandes memposting berita, Ichan meninggal.

Dilihat dari postingan terakhir di grup di atas yang hanya berselang dua jam dua puluh tujuh menit, kayaknya tanda “jempol” Ichan di akhir hayatnya adalah ucapan selamat tinggal padaku. Dia pergi meninggalkan dunia fana ini untuk selamanya. Beriringan suara adzan dari toa masjid di samping rumah saya, air mata bercucuran mengenang Ichan. Ia pernah mengedit tulisan-tulisan kami di Yahoogroups (mailing list para mantan aktivis HMI) yang menyoal “perang toa” saat bulan puasa. Selaku editor handal, Ichan memberi judul buku itu sesuka dia, “Islam Tanpa Toa”. Setelah shalat dzuhur di masjid, suasana sedih masih menggelayut. Saya shalat ghoib sendirian di rumah untuk almarhum kemudian saya bergegas menuju Bintaro. Saya menyetir dengan tangan gemetar, karena kawan ini pergi terlalu cepat. Teringat suatu malam (pulang malam) ia menumpang mobil saya. Tapi karena rumah saya di Cirendeu, Ichan minta diturunkan di pertigaan Kampung Utan saja, nanti dia sambung dengan taksi pulang ke Bintaro.  Ichan memang lain, tidak mau merepotkan orang lain.

Baca Juga:  Together: Tr3ble Winners, Hal-hal Kecil yang Menentukan Dalam Sepakbola

Saya mengenal Ichan tahun 1992 di Pusdiklat Departemen Kehakiman di Gandul Cinere (Kini Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM) saat kami sama-sama sebagai peserta Pusdiklat HMI. PB HMI waktu itu dipimpin (alm) Ferry Mursyidan Baldan. Pusdiklat yang panitianya adik-adik HMI Cabang Ciputat itu berlangsung dengan peserta dari seluruh HMI Cabang dan Badan Koordinasi (Badko) se-Indonesia. Saya (Ternate), Juanda (Badko Indonesia Timur), Sofyan Harihaya (Ambon), Ichan (Palu), Umar Husin (Malang), Kholik Muhammad (Solo), Arif Khumaidi (Yogya), Ali Fahmi (Jambi), Nurdin MCH (Langsa), Ifan Fansurullah Asa (Pontianak), Alwi Mujahid Hasibuan, Muhammad Joni, Junaidi (Cabang Medan/Badko Sumut), dan masih banyak yang lain. Ichan termasuk peserta “5 Besar” terbaik.

Lama kami berinteraksi dalam berbagai kegiatan, dan Ichan menjadi promotor dari semua aktivitas yang melibatkan para mantan aktivis HMI bahkan aktivis lintas jaringan. Sewaktu mengikuti Munas XI Kahmi di Palu (24-27 7November), saat mendarat di Bandara Aljufri, Ichan sudah menjemput kami dengan sapaan khasnya, “Chen!” Mungkin ini saat terakhir Ichan pulang ke kampung halamannya bertemu dengan keluarga besarnya di Palu. Terakhir, saya bertemu tanpa sengaja dengan dia bersama istrinya empat atau lima bulan lalu di sebuah bank di Serpong saat saya sedang mengurus adminsitrasi pensiun (almh) istri saya sebagai pegawai di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Ichan mengajak saya kapan-kapan mampir ke warungnya di Bintaro, namun saya baru ke rumahnya kemarin siang (30/7/2023) saat dia telah tiada.

Kematian memang misteri. Allah menegaskan, “kullu nafsin dzâiqatu al-mawti“ (Setiap diri akan mengalami kematian/Qs. Al-Ankabut : 57). Kata Nabi, “Inna al-mawta haqqun” (kematian itu pasti), sehingga ketika tiba saatnya, ia tidak dapat ditunda atau dimajukan ( faidzâ jâ’a ajaluhum lâ yasta’khirûna sâata walâ yastaqdimûn/Qs. Al-A’raf : 34). Kematian adalah pintu, dan semua orang akan memasukinya”( al-mawtu bâbun wa kullu al-nâsa dâkhalahu), demikian  salah satu sabda Nabi S.a.w. Beliau juga menganjurkan kita untuk selalu mengingat kematian, karena dengan demikian kecerdasan spiritual kita bertambah dan membawa kita pada kesadaran bahwa dunia ini bukanlah segalanya. Anda tidak bisa menghindari kematian, karena “sesungguhnya kematian yang anda lari darinya itu pasti menemui anda” (Qs. Al-Jum’ah : 8). Ia pasti akan menyambangi anda dimana pun anda berada, meski anda bersembunyi di balik tembok yang kokoh (Qs. Al-Nisa’ : 78).

Baca Juga:  Pasar, Sedekah, dan Fungsi Masjid

Dua rekan, Andi dan Ichan di Bintaro telah memberi hikmah dan makna hidup pada saya dan kita semua bahwa kematian adalah peristiwa yang pasti. Kematian adalah otoritas Allah, dimana setiap saat kita pasti memenuhi takdir-Nya.  Tak ada achievement yang lebih baik selain menyiapkan bekal untuk menghadapi kematian. Kafâ bi al-mawt wa i’dzhá, “cukuplah kematian sebagai pelajaran”, tutur Sang Nabi.

Tabe!

Ciputat, 31 Juli 2023.