Oleh: Sukri Rupo*
“Kami Terhina dan Tak Dianggap Sebagai Manusia”
Sejak tahun 2009, masyarakat Maba Utara telah berjuang keras untuk mendapatkan akses layanan kesehatan dari Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur. Meski mereka berulang kali menyampaikan aspirasi dengan kerendahan hati, kebutuhan akan infrastruktur pendidikan dan kesehatan yang merata masih belum terpenuhi. Banyak orang belum mengetahui betapa berat penderitaan masyarakat Maba Utara.
Saat orang tua kami jatuh sakit dalam kondisi kritis, sering kali kami harus rela kehilangan mereka karena keterbatasan fasilitas medis dengan jarak yang begitu jauh, menyebabkan mereka tidak dapat diselamatkan. Kondisi ini sangat dirasakan oleh masyarakat Maba Utara, yang terpaksa menghadapi keterbatasan sarana kesehatan, termasuk banyaknya ibu hamil yang menjadi korban.
Pernyataan Farrel Adhitama Erawan, Calon Bupati Halmahera Timur, yang menyebut bahwa Rumah Sakit pertama Wasileo tidak perlu dibangun di Maba Utara karena “tidak ada orang” di sana, adalah penghinaan yang melukai hati masyarakat. Pernyataan ini tidak hanya merendahkan, tetapi juga menunjukkan ketidakpahaman Farrel terhadap kebutuhan vital masyarakat Maba Utara.
Berdasarkan Pasal 28H dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945, setiap warga negara, termasuk masyarakat Maba Utara, berhak mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Saya Sukri, Mahasiswa Yogyakarta, sebagai salah satu perwakilan Pemuda Wasileo, merasa sangat terhina dengan pernyataan Farrel. Ia baru tiba di Halmahera Timur namun sudah berani menghina masyarakat Maba Utara.
Bagaimana jika dia terpilih menjadi
bupati? Bisa jadi ia akan tidak menghiraukan keluhan dan kebutuhan masyarakat Maba Utara.
Oleh karena itu, kami Pemuda Wasileo secara tegas menolak Farrel Adhitama Erawan untuk berkampanye di Maba Utara. Pernyataan yang dia lontarkan, oleh Pemuda Wasileo seolah-olah menganggap Maba Utara hanyalah hutan tak berpenghuni. Ini jelas tidak masuk akal dan masyarakat Maba Utara sangat tersinggung dengan apa yang disampaikan oleh Farrel. Pemuda Wasileo menolak secara tegas kehadirannya di wilayah Maba Utara dan Desa Wasileo.
Pernyataan seorang calon kandidat yang terkesan menyepelekan pembangunan fasilitas kesehatan di desa terpencil seperti Wasileo, karena penduduknya masih sedikit menunjukkan kurangnya pemahaman mendalam tentang pentingnya pemerataan akses layanan kesehatan. Setiap warga, tanpa memandang lokasi atau jumlah populasi, memiliki hak yang sama atas fasilitas publik seperti rumah sakit.
Menganggap pembangunan tersebut sebagai hal yang tidak penting atau tidak relevan mencerminkan kurangnya pemahaman tentang prinsip keadilan dan tanggung jawab dalam pelayanan publik. Selain itu, pembangunan fasilitas kesehatan di daerah pedalaman seperti Wasileo tidak hanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga sebagai investasi jangka panjang yang dapat mendorong perkembangan di wilayah tersebut.
Daerah yang saat ini berpenduduk 1.000 jiwa bisa berkembang dan tumbuh dengan adanya fasilitas yang memadai. Kehadiran rumah sakit akan memberikan akses kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat, dan meningkatkan kualitas hidup serta mendorong pertumbuhan ekonomi di desa tersebut.
Sikap menyepelekan ini juga mencerminkan ketidak pedulian terhadap kebutuhan masyarakat pedesaan. Akses terhadap layanan kesehatan sering kali menjadi masalah
utama di wilayah terpencil. Tanpa fasilitas kesehatan yang memadai masyarakat harus menempuh jarak jauh untuk mendapatkan perawatan yang bisa berakibat fatal dalam situasi darurat.
Dengan menyepelekan pembangunan ini, kandidat tersebut menunjukkan kurangnya empati dan perhatian terhadap kebutuhan masyarakat Maba Utara yang paling urgen khususnya masyarakat Desa Wasileo.
Menyepelekan pembangunan rumah sakit berarti mengabaikan dampak positif yang lebih luas, baik secara sosial maupun ekonomi. Selain memberikan layanan kesehatan, fasilitas ini juga dapat menciptakan lapangan
kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menjadi katalisator untuk pertumbuhan di sektor-sektor lain.
Pembangunan Rumah Sakit Pratama Wasileo di daerah terpencil bukanlah sekadar kebutuhan saat ini, tetapi langkah penting dalam menciptakan fondasi bagi kemajuan wilayah di masa depan. Secara keseluruhan, pandangan jangka pendek seperti ini tidak hanya mencerminkan kurangnya visi, tetapi juga menunjukkan bahwa kandidat tersebut tidak siap untuk memahami kompleksitas persoalan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Pembangunan di desa terpencil seperti Wasileo harus dipandang sebagai bagian dari tanggung jawab kolektif untuk memastikan setiap warga negara memiliki akses yang layak terhadap pelayanan kesehatan.
Sebagai calon pemimpin, seharusnya menghormati dan menjaga hubungan baik dengan setiap lapisan masyarakat, termasuk masyarakat Maba Utara dan masyarakat Wasileo.
Berdasarkan KUHP Pasal 310 ayat (1) “berbunyi Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4,5 juta”.
Menghina warga menunjukkan kurangnya rasa hormat dan empati terhadap orang-orang yang
seharusnya dilayani. Kandidat yang menghina masyarakat Maba Utara Desa Wasileo secara langsung merusak kepercayaan dan kredibilitas.
Hal ini dapat mempengaruhi
elektabilitasnya, karena masyarakat cenderung memilih pemimpin yang peduli dan menghargai mereka. Perilaku menghina bisa memperburuk citra politik seorang kandidat, karena masyarakat luas akan melihatnya sebagai seseorang yang tidak profesional dan tidak pantas untuk memegang posisi kepemimpinan.
Penghinaan kelompok tertentu dapat menyebabkan perpecahan dalam komunitas dan menciptakan suasana permusuhan. Seorang kandidat harusnya bersifat inklusif dan berusaha menyatukan masyarakat, bukan malah memecah belah. Menghina masyarakat adalah contoh buruk dari etika berpolitik, karena menunjukkan bahwa kandidat tersebut lebih mementingkan ego daripada mendengarkan aspirasi masyarakat.
Kritikan ini diharapkan dapat memberi peringatan kepada kandidat untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan berbicara, serta menunjukkan tanggung jawab sebagai calon pemimpin.
—-
*Penulis merupakan Pemuda Wasileo, Maba Utara, Halmahera Timur