News  

Pemilik Toko Tani di Tidore Ini Merasa Dizalimi Usai Didakwa Korupsi

Terdakwa Nuraksar saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Ternate. Foto: Istimewa

Pandangan Nuraksar Koja terbesit keraguan usai menjalani sidang dakwaannya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Jumat, 8 November 2024.

Pemilik toko tani tersebut didakwa sebagai tersangka dalam kasus korupsi Dana Insentif Daerah (DID) tahap II Kota Tidore Kepulauan tahun 2020.

Nuraksar mengaku perannya sebagai pemilik toko yang hanya menyalurkan alat pertanian kepada kelompok tani, dalam kasus ini, sejatinya tak setimpal dengan apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dia menyebut hanya menerima uang sesuai dengan yang dibelanjakan oleh Dinas Pertanian dengan nilai Rp 711.296.000.

Baca Juga:  Ketua DPRD Halteng Zulkifli Bayan Gelar Syukuran di Kampung Halaman Usai Dilantik

Uang tersebut untuk pembelian barang berupa hend sprayer, biotani dan pestisida nabati. Sementara anggaran untuk kegiatan tersebut sebesar Rp2,1 miliar.

“Yang mengirim uang adalah kelompok tani Kecamatan Oba Utara, Oba Selatan, Oba Tengah dan Kecamatan Oba. Ini sesuai fakta dalam persidangan,” kata Nuraksar saat disambangi wartawan.

Ia bilang, kegiatan tersebut sejak tahun 2020 namun baru diusut pada 2022 setelah Kepala Dinas Pertanian Imran Yasin dan Taher selaku PPK meninggal dunia.

Dirinya kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi uang dengan jumlah Rp 745.241.363 (745 juta). Padahal pada tahun 2021 tidak ada temuan terkait masalah ini. Bahkan kegiatan ini juga melibatkan seluruh kelompok tani di Tidore Kepulauan sebanyak 1.109 orang.

Baca Juga:  Diduga Kampanye Saat Masa Tenang, Camat di Morotai Nyaris Diamuk Warga

“Pada tahun 2021 bulan Januari ketika anggaran tersebut cair apakah tidak ada tim verifikasi?, Inspektorat dan yang lain terlibat pada saat itu? Kemana mereka?, kanapa pada tahun 2023 atau 2024 baru ada hitungan kerugian dari BPKP,” tutur Nuraksar dengan nada tanya.

“Uang dari total 2,1 miliar, dikurangi yang masuk ke rekening saya senilai 711 juta, sisanya itu kemana?, kok tidak ada pemeriksaan malah saya selaku pemilik toko yang harus menanggung semua kerugian negara,” sambungnya.

Menurut Nuraksar, dalam persidangan seluruh kelompok tani untuk wilayah Oba Utara, Oba Selatan, Oba Tengah dan Kecamatan Oba Kota Tidore Kepulauan menyampaikan bahwa semua barang telah mereka terima tanpa ada kekurangan. Bahkan para kelompok tani dengan sadarnya telah menandatangani nota pembelian barang-barang tersebut.

Baca Juga:  Tak Ikut Arahan Partai, Sejumlah Pengurus NasDem Ternate Akan Dievaluasi

“Kalau sebagai pemilik toko dibilang korupsi, berarti seluruh kelompok tani tidak akan menerima barang dan saya akan dikenakan tindak pidana penipuan. Sedangkan barang tersebut sudah diterima semuanya,” terangnya.

Selain itu, Nuraksar bilang, pada tanggal 26 Juni 2024, ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Soa Sio, Tidore mengantarkan pelimpahan perkara dan dititipkan di Rutan Kelas II Ternate, dirinya sempat menanyakan kerugian negara dalam kasus ini.

“Saya tanya berapa kerugian negara yang menjadi tanggung jawab saya, kemudian dijawab oleh penuntut umum bahwa untuk saya sendiri sekitar Rp180 juta. Kemudian saya bertanya lagi, kenapa pada saat penyidikan diminta kepada saya melalui Penasehat Hukum saya sebesar Rp.380 juta. Lantas dijawab oleh penuntut umum bahwa kenapa saya tidak tawar. Kemudian penuntut umum bilang mereka tunggu niat baik dari saya, kalau bisa dikembalikan saya dituntut ringan,” bebernya.

Hal yang sama juga kembali ditanyakan oleh Nuraksar ke JPU saat pulang dari sidang di Pengadilan Negeri Ternate dengan agenda pemeriksaan saksi a de charge. Di dalam mobil tahanan menuju Rutan Ternate, Nuraksar, menanyakan kembali ke JPU tentang berapa kerugian negara yang dituduhkan terhadapnya. Lalu JPU menjawab sesuai hitung-hitung sekitar Rp160 juta.

Menurut Nuraksar, JPU memintanya mengembalikan uang sekitar Rp.100 juta agar disampaikan ke pimpinan sehingga tuntutan terhadapnya diturunkan menjadi 2 tahun. JPU juga menyampaikan jika dirinya tidak mengembalikan 100 juta, maka mereka akan tuntut maksimal termasuk penarikan aset.

Pada saat sidang tuntutan, Nuraksar kembali menayakan hal yang sama kepada JPU Soa Sio Tidore, yakni Alex. Saat itu JPU menyampaikan bahwa kerugian negara hanya sekitar Rp160 juta.

“Saya bilang kenapa pada saat tuntutan yang dibacakan sekitar Rp700 juta? Kemudian dijawab oleh penuntut umum mereka tuntut sekitar Rp700 juta lebih biar saya beritahu kepada keluarga mendiang Kadis Pertanian agar sama-sama ikut mengganti kerugian Negara,” ujar Nuraksar.

Baca Juga:  Angkut 8 Ton BBM, Dum Truk di Morotai Diamankan Aparat Gabungan

“Lalu saya jawab gimana bisa Pak Alex?, menurut ibu ketua majelis hakim yang disampaikan di depan persidangan bahwa mereka berdua (Imran Yasin dan Taher) tidak bisa lagi dikenakan pidana, karena sudah meninggal dunia,” tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa JPU saat itu juga meminta maaf kepadanya karena tuntutan tinggi sesuai standar operasional prosedur (SOP) Kejaksaan Negeri Soa Sio Tidore.

“Saya selaku terdakwa bingung. Apakah kerugian negara bisa ditawar?, apakah kerugian Negara bisa berubah-ubah berdasarkan pernyataan jaksa penuntut umum ?, apakah tanggung jawab orang yang meninggal dunia harus dilimpahkan kepada saya untuk menanggung perbuatan yang tidak saya lakukan?, ini tidak adil bagi saya,” tutup Nuraksar.