Sungai Sagea di Desa Sagea, Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, kembali keruh pada Jumat, 19 hingga Sabtu, 20 Juli 2024. Pencemaran itu bahkan meluber ke pantai dan membuat perairan sekitar berwarna cokelat.
Informasi dari warga, air sungai mulai terlihat keruh sejak Rabu, 17 Juli setelah dua hari diguyur hujan. “Sungai Sagea tercemar setelah hujan deras mengguyur wilayah Weda Utara dari tanggal 15 Juli kemarin,” ujar Camat Weda Utara, Takdir Tjan kepada cermat.
Takdir menambahkan, naiknya volume air sungai kemudian merembes hingga ke ujung jalan desa dan menyisakan endapan lumpur. “(Air sungai merembes ke badan jalan) saat air pasang,” kata Takdir mengkomentari foto jalan dan halaman rumah warga dipenuhi endapan lumpur.
“Kami sudah melaporkan ke pemda dan pihak IWIP (industri pengolahan nikel yang terintegrasi dengan perusahaan-perusahaan penambang di Halmahera Tengah). Saat ini juga sudah menjadi perhatian,” kata Takdir.
Sementara itu, Penjabat Bupati Halmahera Tengah, Ikram Malan Sangaji mengaku penasaran dengan hasil turun lapangan dari Tim Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 19 September 2023. Karena sampai saat ini belum ada kabar.
Selain itu, Ikram juga telah mengarahkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halteng untuk berkoordinasi dengan DLH Maluku Utara, termasuk KLHK dalam menyampaikan perkembangan terbaru dari Sungai Sagea.
“Saya penasaran hasil turun lapangan Gakkum KLHK. Saya sudah arahkan kadis (DLH Halteng) untuk menyampaikan ke DLH provinsi dan KLHK, untuk menyampaikan informasi terkait kondisi Sungai Sagea dalam Minggu ini,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kepala DLH Halteng Rivani Abdul Radjak mengaku telah diperintahkan oleh bupati untuk berkoordinasi dengan tim Gakkum KLHK. Hanya saja, KLHK punya SOP tersendiri dalam penanganan kasus pencemaran di Sungai Sagea.
“Torang (kami) dari pemerintah daerah sudah berusaha untuk bagaimana mengupdate hasil dari tim Gakkum KLHK tersebut, tapi kan mereka punya SOP tersendiri. Jadi ya kita tinggal menunggu, kan ada tahapan,” katanya.
Meski begitu, lanjut Rivani, pemda tetap merespons setiap perubahan-perubahan yang terjadi pada Sungai Sagea. Termasuk berkoordinasi dengan komunitas #SaveSagea. “Mereka selalu update ketika terjadi perubahan warna air sungai pada saat terjadi hujan,” katanya.
Menurut Rivani, kekeruhan tidak hanya terjadi pada Sungai Sagea, tapi hampir semua sungai di Halteng yang mengalami perubahan warna ketika turun hujan. “Tapi karena Sungai Sagea ini sudah menjadi fokus untuk penyelesaian, sehingga selalu menjadi perhatian,” ucapnya.
Beberapa waktu lalu, kata Rivani, tim DLH sempat mengambil sampel di Sungai Sagea untuk dilakukan uji baku mutu di laboratorium. Meski tak menyebut nama laboratorium, tapi hasilnya akan diterima 14 hari ke depan.
Lanjut Rivani, pengambilan sampel itu sebagai tugas rutin DLH untuk melaporkan indeks kualitas lingkungan, salah satunya adalah air sungai. “Ada lima sungai yang torang (kami) ambil sampel, salah satunya Sungai Sagea. Nanti 14 hari ke depan baru torang bisa dapat dia punya hasil,” ujarnya.
“Karena bicara pencemaran ini kan ada indikator, dia melewati ambang baku mutu atau tidak. Tapi memang di Sungai Sagea tingkat kekeruhan so tinggi. Apalagi yang terjadi kemarin itu, dan hampir semua sungai di Halmahera Tengah itu terjadi kekeruhan, karena sedimentasinya tebal,” ungkapnya.
Pemerintah, kata Rivani, tidak akan lepas tangan terkait persoalan pencemaran Sungai Sagea. Ia mengaku selalu mengikuti perkembangan yang terjadi pada sungai-sungai tersebut.
“Saya berkoordinasi dengan teman-teman di Bappedas ketika teman-teman di Sagea kirim foto, itu saya selalu teruskan ke Bappedas. Saya selalu teruskan ke teman-teman di KLHK. Kita punya perhatian bersama terhadap hal ini. Kami tidak tutup mata dengan hal itu,” pungkasnya.
—-
Penulis: Olhis
Editor: Ghalim Umabaihi