Aliansi pemuda dan warga empat desa di Halmahera Tengah, Maluku Utara, mendesak perusahaan tambang PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) bertanggung jawab atas bencana banjir dan kerusakan lingkungan yang menimpa wilayah mereka.
Desakan kepada perusahaan nikel itu disampaikan warga Desa Lukolamo, Woekob, Woejirana dan Desa Kulo Jaya yang menggelar aksi demonstrasi di kawasan PT IWIP, Sabtu, 24 Agustus 2024.
Warga meminta PT IWIP melakukan upaya penanganan atas bencana banjir hingga kerusakan lingkungan yang terjadi pada beberapa dekade terakhir.
Baca Juga: Lagi, Banjir Tenang Kawasan Tambang Halmahera Tengah
“Kami mendesak agar PT IWIP dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas dampak kerusakan ekologi di Kecamatan Weda Tengah,” kata Faisal Nasir, Koordinator Aksi kepada cermat, Minggu, 25 Agustus 2024.
Menurut dia, warga di kawasan lingkar tambang PT IWIP akhir-akhir ini memang rentan terhadap bencana alam. Hal itu disebabkan oleh masifnya operasi perusahaan.
Selain perkara banjir, Ical mengaku warga juga meminta agar PT IWIP mengangkut serta menyediakan layanan air bersih untuk desa-desa terdampak kerusakan.
“Tuntutan kami juga terkait perbaikan jalan dari titik Jembatan Lukolamo dan perbaikan drainase. Kami juga mendesak perusahaan agar memperbaiki infrastruktur seperti jalan di Gunung Tabalik, serta memberi pelayanan kesehatan dan pendidikan kepada warga lingkar tambang,” ucap dia sebagaimana tuntutan aksi yang dibacakan.
Lebih lanjut Faisal menuturkan bahwa aksi tersebut membuahkan hasil karena direspons langsung oleh PT IWIP. “Jadi berdasarkan hering kemarin, pihak IWIP menyatakan masih akan dilakukan negosiasi dengan warga sekitar DAS Kobe untuk melakukan normalisasi dampak banjir ini,” ujarnya.
Sementara Manajer Komunikasi PT IWIP Setya Yudha Indraswara belum memberi tanggapan saat dikonfirmasi cermat melalui pesan singkat, Minggu, 25 Agustus 2024.
Penggiat Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) di Maluku Utara, Julfikar Sangaji mengatakan, data Global Forest Watch mencatat sejak 2001 hingga 2022, Halmahera Tengah telah kehilangan 26,1 ribu hektar tutupan pohon yang berakibat pada seringnya banjir melanda kawasan tersebut.
“Industri nikel turut merusak Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengakibatkan 7 bencana banjir bandang sejak 2020 hingga 2023 di sekitar wilayah industri IWIP.
Bencana banjir yang menerjang Desa Lelilef Woebulan, Lukolamo, Woekob, Woejerana dan Kulo Jaya di Weda Tengah pada 21-24 Juli 2024 lalu, kata dia, disebabkan oleh deforestasi hutan yang dilakukan perusahaan tambang nikel.
“Saat ini wilayah Halmahera Tengah dengan luas 227.683 hektare telah dikepung 23 izin nikel, empat izin di antaranya melintasi batas administratif Halmahera Tengah dan Halmahera Timur,” ungkap Julfikar.
Dengan demikian, ia bilang, total luas izin yang dikuasai perusahaan nikel mencapai 95.736,56 hektare atau sekitar 42 persen dari luas Halmahera Tengah.
“Dengan luas bukaan lahan untuk tambang mencapai 21.098,24 hektare, yang sebagian besar berada di wilayah hutan dan merupakan hulu sungai besar di Halmahera. Kehilangan tutupan pohon yang dominan terjadi pada kawasan konsesi penambangan nikel ini menyebabkan berbagai degradasi sumber daya air tawar dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi terus terjadi,” jelasnya.