Ada yang menarik dari perayaan Maulid Nabi di Desa Sagea, Halmahera Tengah, Maluku Utara kali ini. Pasukan bertopeng bernama coka iba tampak membawa pesan menjaga lingkungan dari kejahatan tambang.
Coka iba merupakan tradisi yang lazim dijumpai saat peringatan Maulid Nabi di Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Wilayah yang lekat dengan tradisi ini adalah Patani, Weda dan Maba atau terkenal dengan sebutan Tiga Negeri.
Zaman dulu, coka iba dikenal sebagai pasukan perang. Tradisi ini pun sering dirayakan untuk menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W.
Pesan jaga alam yang disampaikan lewat pasukan bertopeng ini bukan kali pertama dilakukan. Menurut Mardani, pemuda Sagea, aksi yang sama pernah digaungkan sebelumnya.
“Bedanya kali ini kami bentangkan poster Selamatkan Kampung Sagea di depan masjid kami dan bersama dengan seluruh pemuda melakukan pawai,” kata Mardani kepada cermat, Selasa, 17 September 2024.
Spanduk itu bertuliskan Kami Menolak Wilayah Izin Pertambangan, PT Gamping Mining Indonesia, PT Karunia Sagea Mineral. Suda cukup kerusakan dan bencana lingkungan yang terjadi, kebrutalan dan kerakusan perusahaan harus dihentikan.
Menurut Mardani, pesan ini sejatinya menjadi momen penting dan bersejarah dalam gerakan mereka melawan kejahatan lingkungan dari masifnya ekspansi tambang.
“Perjuangan selamatkan lingkungan adalah kewajiban. Dalam ajaran Islam kita dianjurkan untuk menjaga lingkungan. Apa yang kami lakukan ini adalah bagian terkecil dari perjuangan Nabi Muhammad SAW. Ini adalah pesan-pesan ilahiyah,” ujarnya.
Wilayah Sagea di Halmahera Tengah tahun 2023 telah mengalami deforestasi seluas 392 hektar akibat bukaan jalan hauling dan camp eksplorasi tambang. Area deforestasi itu terjadi pada daerah aliran sungai (DAS).
Selain itu, kawasan karst Sagea juga dibebani sekitar 3 izin usaha pertambangan milik PT First Pacific Mining seluas 2.080 hektare, PT Karunia Sagea Mineral seluas 1.225 hektare, dan PT Gamping Mining Indonesia seluas 2.538 hektare. Ketiga perusahaan tersebut berencana menambang nikel dan batu gamping.
“Apa yang kami lakukan ini adalah bagian dari identitas kami sabagai orang Sagea dan Kiya karena di sana ada sungai yang mengalir setiap detik bagaikan Nadi dan jantung kami,” ujarnya.
“Dampak dari keruskaan akibat tambang sedang terjadi di kampung kami, sungai yang menjadi sumber kehidupan suda keruh sejak 2023 tahun lalu,” tambahnya.
Mardani meyakini perjuangan mereka melawan tambang tak pernah surut. Ia turur mengajak berbagai pihak terus mengampanyekan gerakan menyelamatkan lingkungan.