Juru Bicara jaringan Edi Langkara 2024 (jElang24) Muis Djamin, menilai bahwa persepsi Pengamat Komunikasi Politik Doktor Helmi Alhadar, yang menyatakan respons Bupati Edi Langkara (Elang) terhadap tuntutan para guru dan kepala sekolah baru-baru ini merugikan Elang, adalah keliru dan terkesan tendensius.
“Apa yang disampaikan Pak Helmi pada salah satu media online itu, sangat bias dan penuh tendensius. Pak Helmi, sebagai pengamat harus lebih objektif. Pernyataan Pak Helmi itu sangat subjektif,” ujar Muis, kepada cermat, Rabu (09/3).
Muis bilang, terdapat cara pandang yang keliru soal apa yang dilontarkan Helmi, yakni atas sikap reaktif yang seolah-olah memandang bahwa Elang merupakan sosok yang arogan dan suka marah-marah.
Menurut Muis, dalam video yang beredar sebelumnya, Elang sejatinya memberikan ketegasan kepada para kepala sekolah serta menjelaskan tentang fungsi dan pengabdian seorang aparatur di lingkungan pendidikan.
“Kita tidak lagi berada pada kondisi politik di mana instrumen negara dimobililasi untuk kepentingan politik kelompok. Ini era demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat, sehingga dalam kontestasi politik Elang harus memilih bersama rakyat, karena itu tuntutan demokrasi bukan sikap arogan,” cetus Muis, menampik Helmi.
Ia melanjutkan, guru dan kepala sekolah merupakan bagian dari ASN, mereka tidak dapat terlibat dalam politik praktis, hal itu karena ada norma yang mengaturnya, ada resiko berupa sanksi yang akan ditanggung jika mereka terlibat dalam politik praktis.
“Karena itu, sikap kepala daerah yang demikian merupakan sikap yang bijak, bukan arogan. Itu melainkan pesan yang ingin disampaikan Pak Elang, soal penegasan tugas dan tanggung jawab mereka,” tandasnya.
Nasihat dan pesan Elang itu, kata Muis, merupakan instrumen pencerahan anak bangsa, bukan soal keberpihakan pada pilkada.
“Karena tugas negara adalah mencerdaskan rakyatnya, jangan kemudian diplintir ke arah yang lain,” jelas Muis.
“Jadi, sangat tidak rasional jika pesan Pak Elang itu kemudian disebut arogan, ini karena (mereka) salah tafsir atau salah dipahami karena tidak secara utuh mengikuti apa yang disampaikan pak Elang,” tutupnya.