News  

Polda Maluku Utara Tanggapi Keluhan Ibu Bhayangkari Soal Putusan Sidang Kode Etik

Plh Kabid Propam Polda Maluku Utara, AKBP Syamsul saat merespon pemberitaan soal keluhan seorang ibu Bhayangkari. Foto: Samsul/cermat

Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Maluku Utara angkat bicara terkait keluhan seorang Ibu Bhayangkari dari Polres Halmahera Tengah yang merasa tidak adil atas putusan sidang kode etik terhadap suaminya.

Adriani, seorang Ibu Bhayangkari, melaporkan suaminya, Bripka RT alias Risal, atas dugaan perselingkuhan. Namun, ia menilai putusan sidang yang menjatuhkan hukuman Penempatan Khusus (Patsus) selama 30 hari terlalu ringan.

Plh. Kabid Propam Polda Maluku Utara, AKBP Syamsul, menjelaskan bahwa laporan yang diajukan Adriani terkait dugaan perselingkuhan suaminya terjadi pada tahun 2021, sementara laporan baru diajukan pada Oktober 2024.

“Saat itu, Kapolres Halmahera Tengah sudah menyelesaikan permasalahan ini secara damai berdasarkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2016, yang mengatur bahwa atasan harus menyelesaikan masalah bawahannya,” ujar Syamsul, Jumat, 14 Februari 2025.

Syamsul menambahkan bahwa setelah mempelajari laporan tersebut, berdasarkan Pasal 31 Perpol yang berlaku, kasus ini sudah kadaluarsa. Namun, pihaknya tetap menyidangkan perkara ini demi memberikan kepastian hukum dengan mempertimbangkan waktu kejadian pada 2021.

Dalam sidang kode etik, pelanggaran yang dilakukan Bripka RT dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin, bukan pelanggaran berat. “Kami tidak bisa menjatuhkan hukuman lebih berat karena terlapor baru melakukan pelanggaran disiplin lebih dari satu kali, tetapi belum mencapai tiga kali,” jelasnya.

Meskipun kasus ini sebelumnya telah diselesaikan secara damai, lanjut Syamsul, Polda tetap memberikan kepastian hukum dengan menjatuhkan hukuman Patsus selama 30 hari. “Hukuman ini cukup berat bagi seorang polisi, karena selama menjalani Patsus, terlapor juga diwajibkan mengikuti pembinaan rohani,” tambahnya.

Syamsul menegaskan bahwa dalam persidangan, kasus ini tidak sepenuhnya memenuhi kategori perselingkuhan. “Hasil persidangan menunjukkan bahwa kasus ini belum bisa dikategorikan sebagai perselingkuhan 100 persen,” tegasnya.

Baca Juga:  NCKL, Perusahaan yang Produksi Bahan Baterai Kendaraan Listrik Pertama di Indonesia

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) hanya bisa dijatuhkan jika pelanggaran dilakukan lebih dari tiga kali. “Selain itu, rumah tangga Bripka RT dan Adriani masih bertahan hingga saat ini, bahkan mereka dikaruniai seorang anak sejak 2021,” ujarnya.

Syamsul juga menambahkan bahwa pihak ketiga dalam kasus ini, yang disebut sebagai selingkuhan, telah menikah dan tidak lagi mengganggu rumah tangga Bripka RT dan Adriani.

Penulis: Samsul LEditor: Ghalim Umabaihi