News  

Warga Kawasi Sampaikan Kekecewaan pada Bupati Halmahera Selatan

Hasan Ali Basam Kasuba Bupati Halmahera Selatan, saat berdialog dengan warga Kawasi. Foto: Warga

Warga Desa Kawasi sampaikan kekecewaan terhadap Hasan Ali Basam Kasuba Bupati Halmahera Selatan, Maluku Utara. Hal itu disampaikan setelah orang nomor satu di Halmahera Selatan melakukan kunjungan ke desa tersebut pada Kamis, 15 Mei 2025.

Saat kunjungan itu, warga berharap, Hasan Ali Basam Kasuba akan membuka ruang pemulihan dan perbaikan di desa mereka akibat dampak industri pertambangan.

“Namun harapan itu justru pupus setelah sang kepala daerah hanya merespons dua dari tujuh tuntutan utama warga, tanpa meninjau langsung kondisi lapangan, dan (Bupati) segera meninggalkan lokasi pertemuan setelah satu jam berdialog dengan warga,” ungkap Ahmad Sabar Ketua Pemuda Desa Kawasi, kepada cermat, Jumat 16 Mei 2025.

Dalam dialog terbuka yang berlangsung singkat di depan Rumah Imam Desa Kawasi, masyarakat menyampaikan tujuh tuntutan penting yang selama ini mereka suarakan, yakni:

  1. Penerangan listrik 24 jam
  2. Akses air bersih
  3. Pengecoran jalan dan pembangunan saluran air
  4. Pembangunan swering (tanggul pengaman) di sepanjang pantai
  5. Pembangunan pasar rakyat
  6. Pembangunan dermaga desa
  7. Kompensasi terhadap pencemaran udara akibat aktivitas tambang

Selain itu, warga juga menuntut pergantian Kepala Desa yang, kata warga, diduga kuat telah melakukan penyelewengan dana desa.

Namun dari semua tuntutan tersebut, kata warga, Bupati hanya merespons soal listrik dan air bersih. Ia, Bupati, menyampaikan bahwa pemerintah daerah akan menyurati pihak Harita Grup untuk mendorong perusahaan segera melakukan perbaikan atas dua persoalan tersebut.

“Sementara lima tuntutan lainnya tidak ditanggapi, begitu pula permintaan warga soal pergantian Kepala Desa. Bupati beralasan masih mengumpulkan data dan bukti sebelum mengambil langkah, yang justru menambah kekecewaan warga yang merasa sudah lama menyuarakan persoalan ini,” tambah Ketua Pemuda.

Baca Juga:  Korban Penganiayaan Keluhkan Kinerja Polsek Obi, Halmahera Selatan

Sikap Bupati tersebut dinilai warga sebagai bentuk lepas tangan dari tanggung jawab pemerintah daerah terhadap penderitaan masyarakat Kawasi. Tidak adanya solusi atau komitmen konkret dari pihak pemerintah membuat warga merasa diabaikan dan tidak dianggap sebagai bagian dari prioritas pembangunan.

Suara dari Desa yang Dilupakan

Desa Kawasi bukanlah desa biasa. Kini, tepat di ‘jantung’ desa itu dimasuki pertambangan nikel. Tempat perusahaan-perusahaan raksasa mengeruk hasil bumi setiap hari. Namun ironisnya, kata ketua Pemuda, warga hidup dalam gelap, kekurangan air, dan debu tambang yang terus mengepul.

“Kami mandi dan cuci dengan air yang keruh. Anak-anak kami batuk terus karena udara penuh debu. Tapi tetap saja kami tidak dapat perhatian. Satu-satunya yang kami punya adalah suara kami,” ujar Mas Mirang Ibrahim, seorang ibu rumah tangga yang hadir dalam forum.

Jalan utama desa rusak berat, berlumpur saat hujan dan berdebu saat kemarau. Pantai desa terkikis perlahan akibat abrasi yang penuh sampah kiriman industri, namun belum ada tanggul penahan atau solusi yang pasti. Pasar tradisional tidak ada, padahal mayoritas warga menggantungkan hidup dari hasil tangkap laut dan kebun mereka.

“Kami bukan minta saham. Kami hanya minta air, jalan, pasar, dan udara bersih. Apa itu terlalu berat untuk negara?” tanya Ahmad Sabar.

Kekecewaan warga kini mulai berubah menjadi ancaman nyata. Mereka menegaskan, jika dalam waktu dekat tidak ada tindak lanjut konkret dari pemerintah maupun perusahaan tambang atas tuntutan mereka, maka aksi massa tidak dapat dihindari.

“Kami tidak akan diam saja. Kalau pemerintah terus lepas tangan, kami akan turun jalan. Ini bukan lagi soal politik, ini soal hidup,” lanjut Ahmad Sabar.

Baca Juga:  Malut United ke Liga 1, Kebangkitan Sepak Bola Maluku dan Maluku Utara

Harapan yang Tertinggal

Kunjungan Bupati yang singkat, tanpa kunjungan lapangan dan tanpa komitmen menyeluruh, meninggalkan jejak frustrasi di desa yang selama ini hanya jadi penonton dari kemajuan tambang. Warga bertanya-tanya; apa sebetulnya manfaat tambang besar di sekitar desa jika rakyat tetap hidup dalam kegelapan dan penderitaan?

Warga menuntut kehadiran negara yang adil dan bertanggung jawab. Mereka berharap pemerintah tidak hanya mendengar, tapi benar-benar hadir, melihat, dan bertindak. Mereka menolak menjadi korban dari ketimpangan pembangunan yang lahir dari kompromi antara kekuasaan dan pemodal.