Oleh: Aisun Salim*
Pendidikan punya peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Karena berbagai aspek penting dari pendidikan dapat membentuk karakter seseorang, mengasah pengetahuan serta keterampilan diri. Termasuk memperoleh nilai-nilai moral dan sosial yang dibutuhkan untuk masa depan yang cerah.
Pendidikan, menurut Pristiwanti (2022), adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran yang menyenangkan. Dengan begitu, peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Walau begitu, untuk mencapai pendidikan yang baik selalu punya tantangan. Termasuk di Indonesia, negara kepulauan yang memiliki keterbatasan ekonomi, sangat mempengaruhi sistem pendidikan yang berkualitas. Salah satu penyebab dari masalah ini adalah karena aksesibilitas yang masih rendah.
Terutama di Maluku Utara, provinsi yang wilayahnya terdiri dari berbagai macam pulau dan ragam budayanya ini turut memengaruhi sistem pendidikan.
Walau pendidikan yang seharusnya menjadi hak wajib bagi setiap warga negara Indonesia, belum terdistribusi secara merata ke warga Maluku Utara. Singkat kata, banyak masyarakat yang belum merasakan pendidikan yang berkualitas. Ini mestinya menjadi perhatian berbagai pihak, terlebih pemerintah.
Maluku Utara yang yang dijuluki provinsi maritim ini hingga sekarang masih dalam proses pembangunan secara fisik. Idealnya, pembangunan yang sedang dilakukan juga perlu memperhatikan pembangunan nonfisik, seperti memperhatikan sekaligus meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah kepulauan ini.
Karena tentunya rendahnya mutu pendidikan ini mengakibatkan turunnya kualitas sumber daya manusia di Maluku Utara yang berdampak juga terhadap kualitas hidup manusia.
Hal ini selaras dengan data Lembaga Survei Indonesia (LSI) bahwa indeks pembangunan manusia di Maluku Utara setiap tahun hanya mengalami peningkatan 1 persen jika dibandingkan dengan IPM pada tahun 2021 sebesar 68,76 persen, pada 2022 sebesar 69,47 persen. Angka ini berada pada level sedang, sebagaimana ukuran yang ditentukan masih sangat jauh dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia.
Pendidikan yang masih rendah ini perlu juga membangun animo masyarakat untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Sebab tidak, kesulitan secara ekonomi ini cenderung memperkuat pemikiran masyarakat untuk tidak melanjutkan pendidikan mereka karena ada cara praktis yang selalu disoroti. Cara praktis yang dilakukan adalah ketika lulus SMA, meraka lebih memilih cari kerja ketimbang melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Apalagi banyak perusahaan seperti industri tambang yang dengan mudah membuka peluang untuk pekerja kasar lulusan SMA.
Dilansir dari laman jawapos.com, Nisa’ul Barokati, salah satu pemerhati pendidikan menuturkan, mindset wajib belajar sembilan tahun yang pernah diprogramkan pemerintah masih cukup melekat. Jadi masih ada persepsi yang melekat seolah-olah kewajibannya hanya menimba ilmu selama sembilan tahun. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Baginya, di era yang sudah maju ini, seharusnya program tersebut diperbarui lagi. Sebab, di dunia kerja sekarang tak terlalu membutuhkan lulusan SMA. Ia menegaskan masyarakat yang memperoleh kualifikasi sarjanalah yang akan memiliki peluang kerja lebih besar.
Lebih lanjut dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan berupa pendidikan dasar selama sembilan tahun, pendidikan menengah lanjutan pendidikan dasar, pendidikan tinggi yakni program sarjana, magister, doktor, dan spesialis.
Sebab, tingginya tingkat pendidikan akan membuat makin tinggi wawasannya dan keterampilan sehingga berdampak pada hasil kerja yang lebih baik. Itu mengapa, lulusan sarjana akan posisinya lebih tinggi dari lulusan SMA dalam ruang kerja.
Selain itu, nilai Angka Partisipasi Murni di Provinsi Maluku Utara telah memenuhi standar wajib belajar sembilan tahun. Tetapi perlu sedikit peningkatan partisipasi penduduk bersekolah pada jenjang pendidikan khususnya jenjang SMA sehingga perlu adanya kajian terkait indeks pendidikan yang ada di Maluku Utara (Firdauzi, 2020).
Karena seyogianya, memenuhi pekerjaan secara cepat dengan jenjang pendidikan yang rendah hanya menjamin kehidupan pada jangka pendek. Apalagi pekerjaannya merupakan kerja kasar yang cenderung menguras tenaga dan rentan sakit.
Kita tahu, industri-industri seperti tambang, tujuannya bukan sekadar pengelolaan sumber daya alam, tapi juga memperluas investasi. Karena itu, jika hanya berfokus pada cepat mendapatkan pekerjaan dengan cara praktis, akan tidak membantu di masa tua seseorang kelak. Hal ini dikarenakan kebanyakan perusahaan hanya menerima usia produktif seseorang. Seseorang yang dikatakan masa produktif ditandai dengan mulainya usia 17 tahun hingga 37 tahun.
Setelah dari itu, kebanyakan perusahaan akan melakukan pemberhentian karyawan secara halus, dan masyarakat kebanyakan tidak punya jaminan hidup di hati tua.
Semestinya hal ini perlu adanya perhatian khusus dari berbagai pihak, seperti pemerintah harus berani memberikan investasi pendidikan lebih memadai terutama untuk lulusan SMA harus diprioritaskan untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi yaitu tingkat program sarjana melalui beasiswa.
Namun, sebagaimana dilansir dalam laman Haliyora.com, pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara menghapus beasiswa untuk mahasiswa yang melanjutkan program studi S2. Pemerintah bahkan menegaskan bahwa pendidikan tinggi bukanlah kewenangan pemerintah daerah, melainkan pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya menangani sekolah tingkat SMA/SMK.
Padahal mestinya pemerintah daerah turut bertanggung jawab atas pendidikan S1 hingga S3. Jika tidak, ini seperti bentuk sikap pesimis pemerintah dalam menata dan menyelamatkan pendidikan di Provinsi Maluku Utara yang jauh dari kata baik.
Pendidikan yang masih pincang ini juga perlu menuntut masyarakat harus berkeinginan untuk melanjutkan studi. Sadar akan pendidikan tinggi juga salah satu upaya meningkatkan kualitas diri dan menjawab tantangan zaman apalagi di era post truth ini tentunya persaingan semakin sengit dalam aspek pekerjaan.
Investasi secara SDM harus ditingkatkan. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pendidikan dan mengembangkan program beasiswa untuk membantu siswa yang kurang mampu dalam melanjutkan studinya. Hal ini dilakukan demi terwujudnya masyarakat Maluku Utara yang berdaya saing tinggi.
———–
*Penulis adalah Kohati HMI Cabang Ternate