Pemerintah Halmahera Tengah dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara didesak segera mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin tambang nikel PT Aneka Niaga Prima (ANP) di Pulau Fau.
Ekploitasi tambang nikel di daratan Pulau Fau yang hanya memiliki luas 5,45 kilometer persegi atau sekitar 545 hektar, dinilai berdampak serius terhadap daya dukung lingkungan pulau mungil itu.
“Pemerintah tingkat kabupaten maupun provinsi harus menyampaikan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perihal pencabutan konsesi tambang nikel PT ANP yang bercokol di atas Pulau Fau,” kata Julfikar Sangaji, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye FOSHAL kepada cermat, Kamis, 20 Juni 2024.
Tidak hanya itu, menurut ia, aktivitas penambangan di Pulau Fau akan memicu bencana pesisir seperti hancurnya ekosistem mangrove dan tergerusnya wilayah tangkap ikan tradisional warga di Pulau Gebe.
“Kawasan wilayah pesisir dan pulau kecil ini mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Karena itu, apabila pulau mungil ini ditambang, maka ambles sudah daya dukung itu,” tegasnya.
Keberadaan Pulau Fau sejak lama dianggap sebagai perisai dari kampung yang ada di selatan Pulau Gebe, yakni Desa Kapalo, Desa Kacepi dan Desa Yam. Kini, pulau indah ini terancam eksplorasi tambang PT ANP.
PT ANP sendiri diketahui mendapat izin tambang di atas Pulau Fau seluas 459.66 hektar untuk kegiatan penambangan nikel. Luas konsesi tambang PT ANP hampir mencaplok seluruh isi Pulau Fau. Perusahaan ini juga mengantongi izin tambang melalui Bupati Halmahera Tengah sejak 2012, yang saat itu masih dijabat oleh Al Yasin Ali dengan nomor SK: 540/KEP/336/2012.
“Apa yang kita nantikan hari ini adalah keberanian dari pemerintah daerah terutama di Halmahera Tengah dan Pemerintah Provinsi untuk berada di garis depan menyelamatkan pulau-pulau kecil di Malut, bukan sebaliknya,” ujar Julfikar.