Aliran Sungai Sagea di Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, kembali terpantau mengalami keruh kecokelatan, pada Kamis, 01 Februari 2024.
Warga menilai keruhnya aliran sungai akibat aktivitas tambang ini enggan mendapat perhatian serius oleh pemerintah daerah setempat.
Rifya Rusdi, warga Desa Sagea, kepada cermat mengaku peristiwa pencemaran Sungai Sagea (Sageyen) ini bukan kali pertama.
“Sejak Agustus 2023 lalu situasinya memang sudah terlihat parah. Sampai sekarang kalau hujannya deras pasti airnya keruh,” kata Rifya, Jumat, 02 Februari 2024.
Ia bilang, aliran Sungai Sagea sejatinya menjadi penyangga utama kebutuhan warga. Sejak dulu sungai ini dimanfaatkan untuk kebutuhan air bersih, mencuci, hingga menjadi lokasi pemandian.
“Sekarang kalau kondisinya keruh, ya warga pasti beli air gelon. Torang (kami) takut juga konsumsi air yang sudah begitu,” ujarnya.
Meski berkali-kali terindikasi pencemaran, menurut Rifya, pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) enggan menaruh perhatian terhadap kondisi pencemaran Sungai Sageyen.
“Apalagi sungai ini kan terintegrasi dengan kawasan Wisata Gua Bokimaruru, sehingga sungai ini sangat penting bagi kami,” ucap dia.
“Sejauh ini pemerintah kayaknya tidak sungguh-sungguh mengawal kasus pencemaran ini, karena sampai sekarang tetap keruh ketika curah hujan tinggi,” sambung Rifya.
Ia mengaku warga hingga mahasiswa di Sagea sudah berulangkali mendesak agar pemerintah menghentikan aktivitas tambang di bagian hulu sungai.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halmahera Tengah, Rivani Abdurradjak belum merespons konfirmasi cermat melalui pesan singkat yang dilayangkan pada Jumat, 2 Februari 2024.
Manager Advokasi Tambang Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Maluku Utara, Mubaliq Tomagola menjelaskan bahwa perubahan air Sageyen diduga disebabkan oleh operasi tambang nikel di wilayah hulu.
Mubaliq menyebutkan, menurut riset WALHI, ada 13 izin usaha pertambangan (IUP) di Halmahera Tengah. Wilayah tambang ini termasuk di perkampungan Sagea.
“Aliran Sungai Sagea yang terhubung dengan wilayah karst ini juga kerap menunjukkan perubahan warna air yang tampak merah kecoklatan meskipun tanpa ada hujan pada kawasan tersebut,” kata Mubaliq dalam catatan kolaborasi WALHI Malut, Trend Asia dan Foshal Maluku Utara.
Selain Sungai Sagea, menurut dia, pencemaran serupa juga terjadi pada Sungai Sangaji di Maba, Halmahera Timur serta Sungai Toduku di Pulau Obi, Halmahera Selatan, yang terhubung dengan konsesi tambang.
Riset WALHI Maluku Utara pada Maret sampai April 2023 lalu bertajuk “Status Kualitas Air dan Kesehatan Biota Laut Perairan Teluk Weda dan Pulau Obi” mengemukakan bahwa kualitas air perairan di kawasan Teluk Weda mengalami pencemaran dan tingkat pencemaran sudah terakumulasi hingga ke biota laut seperti kima dan ikan.
Dengan begitu, Mubaliq menyarankan agar pemerintah perlu melaksanakan upaya pemulihan wilayah-wilayah krisis, “Terutama yang disebabkan oleh kebijakan hilirisasi ini,” tegasnya.
——–
Penulis: Rian Hidayat
Editor: Galim Umabaihi