Sejumlah warga Desa Sagea di Halmahera Tengah, Maluku Utara, mengadang utusan perusahaan tambang nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang diduga melakukan sosialisasi analisa mengenai dampak lingkungan alias Amdal.
Warga beralasan aksi tersebut dilakukan lantaran kondisi lingkungan mereka kini sedang rusak akibat aktivitas pertambangan nikel. Mardani Lagayelol, warga Sagea mengatakan, aksi itu bentuk protes mereka terhadap perusahaan tambang yang mencemari lingkungan.
“Kondisi lingkungan di sini belum kondusif. Sungai Sagea masih keruh. Sementara mereka (utusan PT IWIP) malah turun sosialisasi soal lingkungan,” kata Mardani kepada cermat, Minggu, 4 Agustus 2024.
Mardani menjelaskan, aksi warga mengadang utusan tambang ini bermula dari informasi bahwa ada tim penyusun Amdal PT IWIP yang hendak turun melakukan wawancara ke warga, pada Jumat lalu. Ia bilang, tim ini terdiri dari mahasiswa dan dosen yang didampingi karyawan IWIP.
Baca Juga: Lagi! Banjir Terjang Desa Lingkar Tambang Halmahera Tengah
“Totalnya ada tiga mobil. Satunya menunggu di Gunung Kawinet. Yang torang (kami) cegat itu dua mobil di dalamnya ada sekitar 10 orang tanpa menggunakan identitas perusahaan. Kemungkinan sosialisasi mereka ini berkaitan dengan rencana perluasan kawasan industri pengolahan nikel,” kata Mardani.
“Kami selaku Warga Sagea dan Kiya merasa geram karena persoalan keruhnya Sungai Sagea akibat aktivitas tambang ini tidak pernah mendapat perhatian serius. Sedangkan PT IWIP dan WBN justru lepas tangan, tidak mau bertanggung jawab,” tambah Mardani yang juga Juru Bicara SaveSagea, organisasi pemerhati lingkungan di Halmahera Tengah.
Lebih lanjut Mardani menceritakan, saat menghampiri utusan PT IWIP, bersama rekannya, ia mengaku menanyakan tujuan mereka melakukan wawancara. “Ternyata salah satu dari mereka akui sedang melakukan sosialisasi terkait Amdal PT IWIP,” katanya.
Dari keterangan mereka, Mardani bilang tim penyusun Amdal PT IWIP juga mendatangi Kepala Desa Kiya, Taslim Ambar. Mereka menyampaikan akan melakukan sosialisasi dokumen Amdal ke warga di Desa Kiya dan Desa Sagea.
“Benar, memang kemarin itu saya didatangi (utusan PT IWIP) katanya mau sosialisasi Amdal itu. Yang datang ini salah satu karyawan IWIP mengaku asalnya dari Halmahera Timur,” ucap Taslim.
Kendati begitu, Taslim meyakini kegiatan sosialisasi tersebut akan memicu konflik lantaran warganya masih trauma dengan kondisi Sungai Sagea yang mengalami keruh beberapa hari terakhir.
Baca Juga: Sungai Sagea Keruh Lagi, Ini Tanggapan Pemda Halmahera Tengah
“Jadi saya bilang ke mereka kalau masalah sosialisasi Amdal ini untuk sementara masyarakat kan masih trauma dengan kondisi Sungai Sagea yang sementara keruh ini, jadi perlu hati-hati. Jangan sampai ada yang emosi atau seperti apa, soalnya warga juga masih trauma,” ungkapnya.
Perluasan Kawasan Tambang, Petaka Bagi Warga?
Rencana perluasan kawasan konsesi pertambangan oleh PT IWIP di Halmahera Tengah, Maluku Utara, dinilai dapat membahayakan lingkungan warga sekitar. Laporan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyebutkan saat ini luas kawasan industri PT IWIP yang digunakan untuk kegiatan operasi seluas 4.027,67 hektar.
Riset itu mengemukakan bahwa kawasan penambangan nikel ini menyasar Kecamatan Weda Tengah meliputi Desa Lelilef Sawai, Desa Lelilef Woebulan, Desa Lukulamo, Desa Woekob, Desa Woejerana, Desa Kulo Jaya, Desa Sawai Itepo, dan Desa Kobe.
Sejak Agustus 2018, PT IWIP mulai beroperasi di Lelilef dan Teluk Weda. IWIP adalah perusahaan patungan tiga investor asal Tiongkok yakni Tsingshan Holding Group, Huayou Holding Group dan Zhenshi Holding Group.
Dilansir Mongabay Indonesia, mayoritas saham IWIP dimiliki Tsingshan sebesar 40 persen melalui anak perusahaannya Perlux Technology. Sementara Zhenshi dan Huayou menguasai saham masing-masing 30 persen.
Presiden Joko Widodo kemudian menetapkan IWIP sebagai Proyek Strategis Nasional melalui Pepres Nomor 109 tahun 2020. Perusahaan ini juga memfasilitasi sejumlah investor untuk membangun fasilitas pengolahan industri hilirisasi melalui dua anak perusahaan Tsingshan, yaitu Weda Bay Nickel Projects (tambang) dan Weda Bay Nikel (smelter).
Media cermat telah mengonfirmasi Manajer Komunikasi PT IWIP Setya Yudha Indraswara perihal rencana perluasan kawasan tambang, namun hingga berita ini diterbitkan konfirmasi tersebut belum direspons.
“Saat ini PT IWIP berencana memperluas kawasan industri mencapai 11.489,33 hektar dengan total yang ditargetkan seluas 15.517 hektare. Rencana perluasan itu mencakup beberapa desa di Kecamatan Weda Utara dan Weda Timur, hingga Kecamatan Kota Maba di Halmahera Timur,” kata Julfikar Sangaji, Tim Penyusun Laporan JATAM di Maluku Utara, kepada cermat, Minggu, 4 Agustus 2024.
Menurut Julfikar, perluasan kawasan yang berujung pada penggusuran hutan di wilayah hulu sungai akan berdampak pula hingga ke kawasan pesisir. Ia menyatakan kondisi ini diperburuk oleh aktivitas pengolahan nikel yang mencemari perairan dari hulu sungai hingga pesisir dengan cemaran logam berat.
“Nelayan kini harus memutar layar lebih jauh karena perairan di sepanjang pesisir Teluk Weda telah tercemar. Akibat produktivitas nelayan makin rendah, pasokan ikan untuk warga Halmahera Tengah kini disangga oleh Pulau Gebe, Halmahera Barat, Halmahera Utara, Halmahera Timur, dan wilayah Oba di Kota Tidore Kepulauan,” ucapnya.
Penggusuran hutan dan penghisapan air sungai secara berlebihan oleh perusahaan, kata Julfikar, dapat mendatangkan bencana hidrometeorologi yang lain berupa kekeringan. “IWIP misalnya, dalam sehari dapat menghisap air sekitar 27 ribu m3 per hari dari Sungai Sungai Kobe, Sungai Sake, Sungai Wosia, dan Sungai Sagea untuk menunjang kebutuhan produksi dan pembesaran skala produksinya. Jumlah ini melampaui kebutuhan air untuk seluruh penduduk Kabupaten Halmahera yang berjumlah 96.977 jiwa pada 2023, sebesar 10.667,47 m3/hari (dengan angka konsumsi 110 L/orang/hari),” paparnya.