News  

Sidang Kasus Polisi KDRT di Halut Berlanjut, Begini Pengakuan Korban dan Pelaku

Ilustrasi KDRT. Foto: Istimewa

Sidang kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan oknum polisi Brigpol Ronal Zulfikri Effendi sebagai terdakwa terhadap istrinya sendiri bernama Wulandari Anastasya Said selaku korban kembali digelar.

Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan dari 5 orang saksi termasuk kesaksian korban tersebut digelar di Pengadilan Negeri Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara, Kamis, 22 Mei 2025.

Baca Juga: Polisi Kasus KDRT di Halmahera Utara Masih Bebas, Polda Diminta Serius

Herdian Eka Putravianto selaku Hakim Ketua dalam sidang tersebut membuka persidangan dengan pertanyaan kepada jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tobelo terkait status penahanan terdakwa.

“Apakah terdakwa Bripka Ronal Zulfikri Effendi sudah ditahan di rumah tahanan negara?” tanya Ketua Hakim, Herdian Eka Putravianto, kepada JPU.

Ironinya, JPU menjawab bahwa terdakwa hingga saat ini belum ditahan di rumah tahanan, padahal sejak sidang pertama pada 15 Mei 2025 lalu, hakim telah memerintahkan untuk terdakwa segera ditahan.

BACA JUGA: Artis Nikita Mirzani Tag Akun Kapolri dan DPR soal Kasus KDRT di Halmahera Utara

“Seharusnya JPU segera melakukan eksekusi penahanan, kenapa ditunda-tunda,” ujar Herdian.

Permintaan hakim untuk segera dilakukan penahanan tersebut merujuk pada kasus KDRT yang diduga dilakukan oleh terdakwa karena telah didakwa menggunakan Pasal 44 Ayat 2 Undang-Undang KDRT dengan ancaman kurungan pidana lebih dari 5 tahun.

Selain meminta terdakwa untuk segera ditahan di rumah tahanan, hakim juga mendengarkan keterangan serta kronologi dari para saksi dan juga korban dalam kasus KDRT yang melibatkan oknum polisi ini.

Wulandari selaku korban dalam kasus ini menjelaskan kepada hakim terkait kronologi kekerasan yang diduga dilakukan oleh suaminya sendiri yang merupakan seorang aparat penegak hukum.

Baca Juga:  5 Bulan Sudah, TPP Guru di Pulau Morotai Belum Dibayar

Dia bilang, kasus kekerasan ini terjadi saat keduanya terlibat pertikaian di pasar ikan Wosia Tobelo, ketika itu korban minta agar terdakwa tidak menjual ikan ke Galela karena jumlah masih sedikit.

“Saya bilang ikan hanya sedikit, jadi nda usah di jual ke Galela, rugi nanti,” tutur Wulandari Anastasya Said kepada majelis hakim.

Kemudian, korban mengajak suaminya tersebut untuk pulang ke tumah, tetapi ajakan itu ditolak oleh terdakwa yang marah karena tidak diizinkan menjual ikan.

Keduanya pun terlibat pertikaian sampai terdakwa memiting leher yang menyebabkan korban kesulitan bernapas. Korban menggigit lengan tangan terdakwa demi melepaskan jeratan tersebut.

Terdakwa kemudian menyikut korban hingga menyebabkan pelipis kanannya bengkak. Belum puas sampai di situ, terdakwa juga menyeret korban sejauh 4 sampai 5 meter.

Baca Juga:  Buku The Heart of The Spice Forest Sabet 2 Penghargaan Internasional di Swedia

Menurut korban, aksi kekerasan yang dialaminya ini bukan kali pertama. Bahkan, sejak awal pernikahan, terdakwa telah berulang kali melakukan aksi ini, termasuk saat korban hamil 3 bulan.

Hakim pun bertanya kepada terdakwa terkait aksi kekerasan yang diduga telah dilakukannya kepada istrinya tersebut. Terdakwa membenarkan keterangan para saksi termasuk saksi korban.

“Saya melakukan itu tidak sengaja, Yang Mulia,” pungkas Bripka Ronal.

Baca Juga:  Pemda Morotai Lepas 12 Jemaah Umroh